Definisi Konflik
- Menurut Webster (1966) dalam Dean G. Pruitt dan
Feffrey Z. Rubin, istilah “conflict” dalam bahasa aslinya berarti suatu
“perkelahian, peperangan, atau perjuangan” yaitu berupa konfrontasi fisik
antara beberapa pihak. Arti kata itu kemudian berkembang menjadi
“ketidaksepakatan yang tajam atau oposisi atas berbagai kepentingan”.
- Dean G. Pruitt dan Feffrey Z. Rubin memaknai
konflik sebagai persepsi mengenai perbedaan kepentingan (perceived
divergence of interest) atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak
yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan. Konflik dapat terjadi
pada berbagai macam keadaan dan pada berbagai tingkat kompleksitas.
Konflik merupakan sebuah duo yang dinamis.
Definisi Manajemen Konflik
- Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan
reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik.
- Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan
yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi
(termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka
mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi.
- Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai
pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang
situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat
terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
- Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik
merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam
rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau
tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan
mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif,
bermufakat, atau agresif.
- Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri
sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan
pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga.
- Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses
manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku
dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap
konflik.
Transformasi Konflik
- Fisher dkk (2001:7) menggunakan istilah
transformasi konflik secara lebih umum dalam menggambarkan situasi secara
keseluruhan.
1. Pencegahan Konflik,
bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang keras.
2. Penyelesaian Konflik,
bertujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan melalui persetujuan damai.
3. Pengelolaan Konflik,
bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan
perilaku positif bagi pihak-pihak yang terlibat.
4. Resolusi Konflik, menangani
sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru dan yang bisa tahan
lama diantara kelompok-kelompok yang bermusuhan.
5. Transformasi Konflik,
mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas dan berusaha
mengubah kekuatan negatif dari peperangan menjadi kekuatan sosial dan politik
yang positif.
- Tahapan-tahapan diatas merupakan satu kesatuan yang
harus dilakukan dalam mengelola konflik. Sehingga masing-masing tahap akan
melibatkan tahap sebelumnya misalnya pengelolaan konflik akan mencakup
pencegahan dan penyelesaian konflik.
Proses Manajemen Konflik
- Sementara Minnery (1980:220) menyatakan bahwa
manajemen konflik merupakan proses, sama halnya dengan perencanaan
merupakan proses. Minnery (1980:220) juga berpendapat bahwa proses
manajemen konflik perencanaan merupakan bagian yang rasional dan bersifat
iteratif, artinya bahwa pendekatan model manajemen konflik perencanaan
secara terus menerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang
representatif dan ideal.
- Sama halnya dengan proses manajemen konflik yang
telah dijelaskan diatas, bahwa manajemen konflik perencanaan meliputi
beberapa langkah yaitu: penerimaan terhadap keberadaan konflik (dihindari
atau ditekan/didiamkan), klarifikasi karakteristik dan struktur konflik,
evaluasi konflik (jika bermanfaat maka dilanjutkan dengan proses
selanjutnya), menentukan aksi yang dipersyaratkan untuk mengelola konflik,
serta menentukan peran perencana sebagai partisipan atau pihak ketiga
dalam mengelola konflik.
- Keseluruhan proses tersebut berlangsung dalam
konteks perencanaan dan melibatkan perencana sebagai aktor yang mengelola
konflik baik sebagai partisipan atau pihak ketiga.
Teori-teori Utama Mengenai
Sebab-sebab Konflik
1. Teori hubungan masyarakat.
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi,
ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu
masyarakat. Sasaran: meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara
kelompok yang mengalami konflik, serta mengusahakan toleransi dan agar
masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman yang ada didalamnya.
2. Teori kebutuhan manusia.
Menganggap bahwa konflik yang berakar disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia
(fisik, mental dan sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Hal yang sering
menjadi inti pembicaraan adalah keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi,
dan otonomi. Sasaran: mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan
mereka yang tidak terpenuhi, serta menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi
kebutuhan itu.
3. Teori negosiasi prinsip.
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan
pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik. Sasaran:
membantu pihak yang berkonflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan
berbagai masalah dan isu dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi
berdasarkan kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap.
Kemudian melancarkan proses kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak
atau semua pihak.
4. Teori identitas. Berasumsi
bahwa konflik disebabkan oleh identitas yang terancam, yang sering berakar pada
hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan.
Sasaran: melalui fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang
mengalami konflik, sehingga dapat mengidentifikasi ancaman dan ketakutan di
antara pihak tersebut dan membangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka.
5.
Teori kesalahpahaman
antarbudaya. Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam
cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda. Sasaran: menambah
pengetahuan kepada pihak yang berkonflik mengenai budaya pihak lain, mengurangi
streotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain, meningkatkan
keefektifan komunikasi antarbudaya.
6. Teori transformasi konflik.
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan
yang muncul sebagai masalah sosial, budaya dan ekonomi.
Penyebab Konflik (1)
- Konflik dapat terjadi hanya karena salah satu pihak
memiliki aspirasi tinggi karena allternatif yang bersifat integrative
dinilai sulit didapat. Ketika konflik semacam ini terjadi, maka ia akan
semakin mendalam bila aspirasi sendiri atau aspirasi pihak lain bersifat
kaku dan menetap.
- Aspirasi dapat mengakibatkan konflik karena salah
satu dari dua alasan, yaitu masing-masing pihak memiliki alasan untuk
percaya bahwa mereka mampu mendapatkan sebuah objek bernilai untuk diri
mereka sendiri atau mereka percaya bahwa berhak memeiliki objek tersebut.
Pertimbangan pertama bersifat realistis, sedangkan pertimbangan kedua
bersifat idealis.
Penyebab Konflik (2)
A. Faktor Manusia
1.
Ditimbulkan oleh atasan, terutama
karena gaya kepemimpinannya.
2.
Personil yang mempertahankan
peraturan-peraturan secara kaku.
3. Timbul karena ciri-ciri
kepriba-dian individual, antara lain sikap egoistis, temperamental, sikap
fanatik, dan sikap otoriter.
B. Faktor Organisasi
1.
Persaingan dalam menggunakan
sumberdaya. Apabila sumberdaya baik berupa uang, material, atau sarana
lainnya terbatas atau dibatasi, maka dapat timbul persaingan dalam
penggunaannya. Ini merupakan potensi terjadinya konflik antar unit/departemen
dalam suatu organisasi.
2.
Perbedaan tujuan antar
unit-unit organisasi. Tiap-tiap unit dalam organisasi mempunyai
spesialisasi dalam fungsi, tugas, dan bidangnya. Perbedaan ini sering mengarah
pada konflik minat antar unit tersebut. Misalnya, unit penjualan menginginkan
harga yang relatif rendah dengan tujuan untuk lebih menarik konsumen, sementara
unit produksi menginginkan harga yang tinggi dengan tujuan untuk memajukan
perusahaan.
3.
Interdependensi tugas.
Konflik terjadi karena adanya saling ketergantungan antara satu kelompok dengan
kelompok lainnya. Kelompok yang satu tidak dapat bekerja karena menunggu hasil
kerja dari kelompok lainnya.
4.
Perbedaan nilai dan persepsi.
Suatu kelompok tertentu mempunyai persepsi yang negatif, karena merasa mendapat
perlakuan yang tidak “adil”. Para manajer yang relatif muda memiliki presepsi
bahwa mereka mendapat tugas-tugas yang cukup berat, rutin dan rumit, sedangkan
para manajer senior mendapat tugas yang ringan dan sederhana.
5.
Kekaburan yurisdiksional.
Konflik terjadi karena batas-batas aturan tidak jelas, yaitu adanya tanggung
jawab yang tumpang tindih.
6.
Masalah “status”. Konflik
dapat terjadi karena suatu unit/departemen mencoba memperbaiki dan meningkatkan
status, sedangkan unit/departemen yang lain menganggap sebagai sesuatu yang
mengancam posisinya dalam status hirarki organisasi.
7.
Hambatan komunikasi.
Hambatan komunikasi, baik dalam perencanaan, pengawasan, koordinasi bahkan
kepemimpinan dapat menimbulkan konflik antar unit/ departemen.
Akibat Negatif Konflik
- Menghambat komunikasi.
- Mengganggu kohesi (keeratan hubungan).
- Mengganggu kerjasama atau “team work”.
- Mengganggu proses produksi, bahkan dapat menurunkan
produksi.
- Menumbuhkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan.
- Individu atau personil menga-lami tekanan (stress),
mengganggu konsentrasi, menimbulkan kecemasan, mangkir, menarik diri, frustrasi,
dan apatisme.
- Apabila konflik mengarah pada kondisi destruktif,
maka hal ini dapat berdampak pada penurunan efektivitas kerja dalam
organisasi baik secara perorangan maupun kelompok, berupa penolakan,
resistensi terhadap perubahan, apatis, acuh tak acuh, bahkan mungkin
muncul luapan emosi destruktif, berupa demonstrasi.
Akibat Positif Konflik
- Membuat organisasi tetap hidup dan harmonis.
- Berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan.
- Melakukan adaptasi, sehingga dapat terjadi
perubahan dan per-baikan dalam sistem dan prosedur, mekanisme, program,
bahkan tujuan organisasi.
- Memunculkan keputusan-keputusan yang bersifat
inovatif.
- Memunculkan persepsi yang lebih kritis terhadap
perbedaan pendapat.
- Konflik bisa jadi merupakan sumber energi dan
kreativitas yang positif apabila dikelola dengan baik. Misalnya, konflik
dapat menggerakan suatu perubahan: Membantu setiap orang untuk saling
memahami tentang perbedaan pekerjaan dan tanggung jawab mereka, Memberikan
saluran baru untuk komunikasi, Menumbuhkan semangat baru pada staf,
Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi, Menghasilkan distribusi
sumber tenaga yang lebih merata dalam organisasi.
Strategi Mengatasi Konflik
- Munculnya konflik tidak selalu bermakna negatif,
artinya jika konflik dapat dikelola dengan baik, maka konflik dapat
memberi kontribusi positif terhadap kemajuan sebuah organisasi. Beberapa
startegei mengatasi konflik antara lain adalah:
1.
Contending (bertanding)
yaitu mencoba menerapkan solusi yang lebih disukai salah satu pihak atau pihak
lain;
2.
Yielding (mengalah) yaitu
menurunkan aspirasi sendiri dan bersedia menerima kurang dari apa yang
sebetulnya diinginkan;
3.
Problem Solving
(pemecahan masalah) yaitu mencari alternatif yang memuaskan aspirasi kedua
belah pihak;
4.
With Drawing (menarik diri)
yaitu memilih meninggalkan situasi konflik baik secara fisik maupun psikologis.
With drawing melibatkan pengabaian terhadap kontroversi, dan
5.
Inaction (diam) tidak
melakukan apapun, dimana masing-masing pihak saling menunggu langkah berikut
dari pihak lain, entah sampai kapan.
Konflik Sebagai Suatu Oposisi
- Konflik, dapat dikatakan sebagai suatu oposisi atau
pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok atau
organisasi-organisasi, yang disebabkan oleh adanya berbagai macam
perkembangan dan perubahan dalam bidang manajemen serta menimbulkan
perbedaan pendapat, keyakinan, dan ide.
- Dalam pada itu, ketika individu bekerja sama satu
sama lain dalam rangka mewujudkan tujuannya, maka wajar seandainya dalam
waktu yang cukup lama terjadi perbedana-perbedaan pendapat di antara
mereka. Ibarat piring, banyak yang pecah atau retak, hanya karena
bersentuhan dengan piring lainnya.
Tahap-tahap Berlangsungnya
Konflik
§
Menurut Mulyasa pada
umumnya konflik berlangsung dalam lima tahap, yaitu tahap potensial, konflk
terasakan, pertenangan, konflik terbuka, dan akibat konflik.
1.
Tahap potensial, yaitu
munculnya perbedaan di antara individu, organisasi, dan lingkunan merupakan
potensi terjadinya konflik;
2.
Konflik terasakan, yaitu
kondisi ketika perbedaan yang muncul dirasakan oleh individu, dan mereka mulai
memikirkannya;
3.
Pertentangan, yaitu ketika
konflik berkembang menjadi perbedaan pendapat di anatara individu atau kelompok
yang saling bertentangan;
4.
Konflik terbuka, yaitu
tahapan ketika pertentangan berkembang menjadi permusuhan secara terbuka;
5.
Akibat konflik, yaitu
tahapan ketika konflik menimbulkan dampak terhadap kehidupan dan kinerja
organisasi. Jika konflik terkelola dengan baik, maka akan menimbulkan
keuntungan, seperti tukar pikiran, ide dan menimbulkan kreativitas. Tetapi jika
tidak dikelola dengan baik, dan melampaui batas, maka akan menimbulkan kerugian
seperti saling permusuhan.
Latar Belakang Konflik
- Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri
yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut
diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat,
keyakinan, dan lain sebagainya.
- Konflik adalah sesuatu yang wajar terjadi di
masyarakat, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya
masyarakat itu sendiri. Konflik bertentangan dengan integrasi.
- Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah
siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi.
sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Faktor-faktor Penyebab Konflik
- Adapun faktor-faktor penyebab konflik antara
lain:
1.
Perbedaan individu, yang
meliputi perbedaan pendirian dan perasaan;
2.
Perbedaan latar belakang
kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda pula. seseorang
sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian
kelompoknya;
3.
Perbedaan kepentingan antara
individu atau kelompok, diantaranya menyangkut bidang ekonomi, politik, dan
sosial; dan
4.
Perubahan-perubahan nilai
yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Tingkatan Konflik
1.
Konflik intrapersonal,
yaitu konflik internal yang terjadi dalam diri seseorang. Konflik intrapersonal
akan terjadi ketika individu harus memilih dua atau lebih tujuan yang
saling bertentangan, dan bimbang mana yang harus dipilih untuk dilakukan.
2.
Konflik interpersonal, yaitu
konflik yang terjadi antar individu. Konflik yang terjadi ketika adanya
perbedaan tentang isu tertentu, tindakan dan tujuan dimana hasil bersama sangat
menentuan.
3.
Konflik intragrup, yaitu
konflik antara angota dalam satu kelompok. Setiap kelompok dapat mengalami
konflik substantif atau efektif. Konflik substantif terjadi karena adanya
latar belakang keahlian yang berbeda, ketika anggota dari suatu komite
menghasilkan kesimpulan yang berbeda atas data yang sama. Sedangkan konflik
efektif terjadi karena tangapan emosional terhadap suatu situasi tertentu.
4.
Konflik intergrup, yaitu
konflik yang terjadi antar kelompok. Konflik intergrup terjadi karena adanya
saling ketergantungan, perbedaan persepsi, perbedaan tujuan, da meningkatkatnya
tuntutan akan keahlian.
5.
Konflik intraorganisasi,
yaitu konflik yang terjadi antar bagian dalam suatu organisasi.
6.
Konflik interorganisasi,
yang terjadi antar organisasi. Konflik inter organisasi terjadi karena
mereka memiliki saling ketergantungan satu sama lain, konflik terjadi
bergantung pada tindakan suatu organisasi yang menyebabkan dampak negatif
terhadap organisasi lain. Misalnya konflik yang terjadi antara lembaga
pendidikan dengan salah satu organisasi masyarakat.
Konflik Intraorganisasi
§
Konflik intraorganisasi
meliputi empat sub jenis :
1.
Konflik vertikal, yang
terjadi antara pimpinan dan bawahan yang tidak sependapat tentang cara terbaik
untuk menyelesaikan sesuatu. Misalnya konflik antara Rektor dengan tenaga
kependidikan;
2.
Konflik horizontal, yang
terjadi antar karyawan atau departemen yang memiliki hierarkhi yang sama dalam
organisasi Misalnya antara tenaga kependidikan;
3.
Konflik lini-staf, yang
sering terjadi karena adanya perbedaan persepsi tentang keterlibatan staf dalam
proses pengambilan keputusan oleh manajer lini. Misalnya konflik antara Rektor
dengan tenaga administrasi;
4.
Konflik peran, yang terjadi
karena seserang memiliki lebih dari satu peran. Misalnya Rektor menjabat
sebagai ketua dewan pendidikan;
Metode Penyelesaian Konflik
- Dominasi atau Supresi
- Kompromis
- Pemecahan Problem Integrative
Penyelesaian Konflik: Dominasi
atau Supresi
- Metode-metode dominasi dan supresi biasanya
memilki dua macam persamaan, yaitu :
1.
Mereka menekan konflik, dan bahkan
menyelesaikannya dengan jalan memaksakan konflik tersebut menghilang “di bawah
tanah”;
2.
Mereka menimbulkan suatu situasi
manang-kalah, di mana pihak yang kalah terpaksa mengalah kaena otoritas lebih
tinggi, atau pihak yang lebih besar kekuasaanya, dan mereka biasanya menjadi
tidak puas, dan sikap bermusuhan muncul.
Tindakan Supresi dan Dominasi
- Memaksa (Forcing). Apabila orang yang
berkuasa pada pokoknya menyatakan “Sudah, jangan banyak bicara, saya
berkuasa di sini, dan Saudara harus melaksanakan perintah saya”, maka
semua argumen habis sudah. Supresi otokratis demikian memang dapat
menyebabkan timbulnya ekspresi-ekspresi konflik yang tidak langsung,
tetapi destruktif seperti misalnya ketaatan dengan sikap permusuhan
(Malicious obedience) Gejala tersebut merupakan salah satu di antara
banyak macam bentuk konflik, yang dapat menyebar, apabila supresi
(peneanan) konflik terus-menerusa diterapkan.
- Membujuk (Smoothing). Dalam kasus membujuk,
yang merupakan sebuah cara untuk menekan (mensupresi) konflik dengan
cara yang lebih diplomatic, sang manager mencoba mengurangi luas dan
pentingnya ketidaksetujuan yang ada, dan ia mencoba secara sepihak
membujuk phak lain, untuk mengkuti keinginannya. Apabila sang manager
memilki lebih banyak informasi dibandingkan dengan pihak lain tersebut,
dan sarannya cukup masuk akal, maka metode tersebut dapat bersifat
efektif. Tetapi andaikata terdapat perasaan bahwa sang menejer
menguntungkan pihak tertentu, atau tidak memahami persoalan yang berlaku,
maka pihak lain yang kalah akan menentangnya.
- Menghindari (Avoidence). Apabila
kelompok-kelompok yang sedang bertengkar dating pada seorang manajer untuk
meminta keputusannya, tetapi ternyata bahwa sang manajer menolak untuk
turut campur dalam persoalan tersebut, maka setiap pihak akan mengalami
perasaan tidak puas. Memang perlu diakui bahwa sikap pura-pura bahwa tidak
ada konflik, merupakan seuah bentuk tindakan menghindari. Bentuk lain
adalah penolakan (refusal) untuk menghadapi konflik, dengan jalan
mengulur-ulur waktu, dan berulangkali menangguhkan tindakan, “sampai
diperoleh lebih banyak informasi”
- Keinginan Mayoritas (Majority Rule). Upaya
untuk menyelesaikan konflik kelompok melalui pemungutan suara, dimana
suara terbanyak menang (majority vote) dapat merupakan sebuah cara
efektif, apabla para angota menganggap prosedur yang bersangkutan sebagai
prosedur yang “fair” Tetapi, apabila salah satu blok yang memberi suara
terus-menerus mencapai kemenangan, maka pihak yang kalah akan merasa diri
lemah dan mereka akan mengalami frustrasi.
Penyelesaian Konflik:
Kompromis
- Melalui tindakan kompromi, para manajer mencoba
menyelesaikan konflik dengan jalan menghimbau pihak yang berkonflik untuk
mengorbankan sasaran-sasaran tertentu, guna mencapai sasaran-sasaran lain.
- Keputusan-keputusan yang dicapai melalui jalan
kompromi, agaknya tidak akan menyebabkan pihak-pihak yangberkonflik untuk
merasa frustasi atau mengambil sikap bermusuhan.
- Tetapi, dipandang dari sudut pandanga
organisatoris, kompromis merupakan cara penyelesaian konflik yang lemah,
karena biasanya tidak menyebabkan timbulnya suatu pemecahan, yang paling
baik membantu organisasi yang bersangkutan mencapai tujuan-tujuannya.
- Justru, pemecahan yang dicapai adalah bahwa ke dua
belah pihak yang berkonflik dapat “hidup” dengannya.
Bentuk-bentuk Kompromis
- Separasi (Separation), pihak yang berkonflik
dipisahkan sampai mereka mencapai suatu pemecahan;
- Aritrasi (Arbitration), pihak-pihak yang
berkonflik tunduk terhadap keputusan pihak keiga (yang biasanya tidak lain
dari pihak manejer mereka sendiri);
- Mengambil keputusan berdasarkan factor kebetulan
(Settling by chance), keputusan tergantung misalnya dari uang logam
yang dilempar ke atas, mentaati peratuan-peraturan yang berlaku (resort to
rules) , dimana para pihak yang bersaingan setuju untuk menyelesaikan
konflik dengan berpedoman pada peraturan-peraturan yang berlaku;
- Menyogok (Bribing), Salah satu pihak
menerima imbalan tertentu untuk mengakhiri konflik terjadi.
Penyelesaian Konflik:
Pemecahan Problem Integrative
- Dengan metode ini konflik antar kelompok dialihkan
menjadi sebuah situasi pemecahan masalah bersama, yang dapat dipecahkan
dengan bantuan teknik-teknik pemecahan masalah.
- Pihak-pihak yag berkonflik, bersama-sama mencoba
memecahkan problem yang timbul antara mereka.
- Justu mereka tidak menekan konflik ataupun mencoba
mencari suatu kompromis, tetapi mereka secara terbuka bersama-sama mencoba
mencari sebuah pemecahan yang dapat diterima oleh semua pihak.
Tipe Penyelesaian Konflik
Secara Integrative
- Ada tiga macam tipe metode penyelesaian konflik
secara integrative yaitu metode:
1.
Consensus (Concencus);
2.
Konfrontasi (Confrontation);
dan
3.
Penggunaan tujuan-tujuan
superordinat (Superordinate goals)
6 Tipe Pengelolaan Konflik
- Manajemen harus mampu meredam persaingan yang
sifatnya berlebihan (yang melahirkan konflik yang bersifat disfungsional)
yang justru merusak spirit sinergisme organisasi tanpa melupakan
continous re-empowerment. Ada 6 tipe pengelolaan konflik yang dapat
dipilih dalam menangani konflik yang muncul (Dawn M. Baskerville, 1993:65)
yaitu :
1.
Avoiding; gaya seseorang
atau organisasi yang cenderung untuk menghindari terjadinya konflik. Hal-hal
yang sensitif dan potensial menimbulkan konflik sedapat mungkin dihindari
sehingga tidak menimbulkan konflik terbuka.
2.
Accomodating; gaya ini
mengumpulkan dan mengakomodasikan pendapat-pendapat dan kepentingan pihak-pihak
yang terlibat konflik, selanjutnya dicari jalan keluarnya dengan tetap
mengutamakan kepentingan pihak lain atas dasar masukan-masukan yang diperoleh.
3.
Compromising; merupakan
gaya menyelesaikan konflik dengan cara melakukan negosiasi terhadap pihak-pihak
yang berkonflik, sehingga kemudian menghasilkan solusi (jalan tengah) atas
konflik yang sama-sama memuaskan (lose-lose solution).
4.
Competing; artinya
pihak-pihak yang berkonflik saling bersaing untuk memenangkan konflik, dan pada
akhirnya harus ada pihak yang dikorbankan (dikalahkan) kepentingannya demi
tercapainya kepentingan pihak lain yang lebih kuat atau yang lebih berkuasa
(win-lose solution).
5.
Collaborating; dengan cara
ini pihak-pihak yang saling bertentangan akan sama-sama memperoleh hasil yang
memuaskan, karena mereka justru bekerja sama secara sinergis dalam
menyelesaikan persoalan, dengan tetap menghargai kepentingan pihak lain.
Singkatnya, kepentingan kedua pihak tercapai (menghasilkan win-win solution).
6.
Conglomeration (mixtured
type); cara ini menggunakan kelima style bersama-sama dalam penyelesaian
konflik.
Gaya dalam Penyelesaian
Konflik
- Perlu kita ingat bahwa dalam memilih style yang
akan dipakai oleh seseorang atau organisasi di dalam pengelolaan konflik
akan sangat bergantung dan dipengaruhi oleh persepsi, kepribadian/karakter
(personality), motivasi, kemampuan (abilities) atau pun kelompok acuan
yang dianut oleh seseorang atau
organisasi.
- Dapat dikatakan bahwa pilihan seseorang atas gaya
mengelola konflik merupakan fungsi dari kondisi khusus tertentu dan
orientasi dasar seseorang atau perilakunya dalam menghadapai konflik
tersebut yang juga berkaitan dengan nilai (value) seseorang tersebut.
- Pada level subkultur (subculture), shared values dapat
dipergunakan untuk memprediksi pilihan seseorang pada gaya dalam
menyelesaikan konflik yang dihadapinya. Subkultur seseorang diharapkan
dapat mempengaruhi perilakunya sehingga akan terbentuk perilaku yang sama
dengan budayanya (M. Kamil Kozan, 2002:93-96).
Taktik Penyelesaian Konflik
- Rujuk: Merupakan suatu usaha pendekatan dan
hasrat untuk kerja-sama dan menjalani hubungan yang lebih baik, demi
kepentingan bersama.
- Persuasi: Usaha mengubah po-sisi pihak lain,
dengan menunjukkan kerugian yang mungkin timbul, dengan bukti faktual
serta dengan menunjukkan bahwa usul kita menguntungkan dan konsisten
dengan norma dan standar keadilan yang berlaku.
- Tawar-menawar: Suatu penyelesaian
yang dapat diterima kedua pihak, dengan saling mempertukarkan konsesi yang
dapat diterima. Dalam cara ini dapat digunakan komunikasi tidak langsung,
tanpa mengemukakan janji secara eksplisit.
- Pemecahan masalah terpadu:
Usaha menyelesaikan masalah dengan memadukan kebutuhan kedua pihak. Proses
pertukaran informasi, fakta, perasaan, dan kebutuhan berlangsung secara
terbuka dan jujur. Menimbulkan rasa saling percaya dengan merumuskan
alternatif pemecahan secara bersama dengan keuntungan yang berimbang bagi
kedua pihak.
- Penarikan diri: Suatu penyelesaian
masalah, yaitu salah satu atau kedua pihak menarik diri dari hubungan.
Cara ini efektif apabila dalam tugas kedua pihak tidak perlu berinteraksi
dan tidak efektif apabila tugas saling bergantung satu sama lain.
- Pemaksaan dan penekanan: Cara
ini memaksa dan menekan pihak lain agar menyerah; akan lebih efektif bila
salah satu pihak mempunyai wewenang formal atas pihak lain. Apabila tidak
terdapat perbedaan wewenang, dapat dipergunakan ancaman atau bentuk-bentuk
intimidasi lainnya. Cara ini sering kurang efektif karena salah satu pihak
hams mengalah dan menyerah secara terpaksa.
- Intervensi (campur tangan) pihak
ketiga: Apabila fihak yang bersengketa tidak bersedia berunding
atau usaha kedua pihak menemui jalan buntu, maka pihak ketiga dapat
dilibatkan dalam penyelesaian konflik.
Penyelesaian Konflik dengan
Pihak Ketiga
- Arbitrase (arbitration): Pihak ketiga
mendengarkan keluhan kedua pihak dan berfungsi sebagai “hakim” yang
mencari pemecahan mengikat. Cara ini mungkin tidak menguntungkan kedua
pihak secara sama, tetapi dianggap lebih baik daripada terjadi muncul
perilaku saling agresi atau tindakan destruktif.
- Penengahan (mediation): Menggunakan mediator
yang diundang untuk menengahi sengketa. Mediator dapat membantu
mengumpulkan fakta, menjalin komunikasi yang terputus, menjernihkan dan
memperjelas masalah serta mela-pangkan jalan untuk pemecahan masalah
secara terpadu. Efektivitas penengahan tergantung juga pada bakat dan ciri
perilaku mediator.
- Konsultasi: Tujuannya untuk memperbaiki
hubungan antar kedua pihak serta mengembangkan kemampuan mereka sendiri
untuk menyelesaikan konflik. Konsultan tidak mempunyai wewenang untuk
memutuskan dan tidak berusaha untuk menengahi. la menggunakan berbagai
teknik untuk meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa tingkah laku kedua
pihak terganggu dan tidak berfungsi, sehingga menghambat proses
penyelesaian masalah yang menjadi pokok sengketa.
Faktor-faktor yang mempengauhi
pendekatan kita pada konflik (KAPOW)
K= KNOWLEDGE (Pengetahuan)
- Sejauh mana anda mengetahui isu pihak lain?
- Sejauh mana pihak lain mengetahui isu anda?
- Sejauh mana anda mengetahui masalahnya?
A= AUTHORITY (Wewenang)
- Apakah anda punya wewenang untuk mengambil
keputusan?
- Apakah pihak lain punya wewenang untuk mengambil
keputusan?
P= POWER (Kekuatan)
- Sejauh mana anda dapat memberi pengaruh terhadap
situasi?
- Seberapa besar kekuatan yang dimiliki pihak lain
atas diri anda?
O= OTHER (Relasi)
- Seberapa tinggi pentingnya relasi bagi anda?
- Seberapa tinggi pentingnya relasi bagi pihak lain?
W= WINNING (Kemenangan)
- Seberapa pentingnya unsur kemenangan?
- Apakah anda harus menang?
- Apakah pihak lain harus menang?
- Apakah kompromi dapat diterima?
- Apakah kekalahan dapat diterima?
Meangani Konflik dengan Cara
ACES
- A= Asses the Situation (Mengenali Situasi)
- C= Clarify the Issues (Memperjelas
Permasalahan)
- E= Evaluate Alternative Approaches (Menilai
Pendekatan-pendekatan Alternatif)
- S= Solve the Problem (Mengurai Permasalahan)
Petunjuk Pendekatan pada
Situasi Konflik
- Diawali melalui penilaian diri sendiri
- Analisa isu-isu seputar konflik
- Tinjau kembali dan sesuaikan dengan hasil
eksplorasi diri sendiri.
- Atur dan rencanakan pertemuan antara
individu-individu yang terlibat konflik
- Memantau sudut pandang dari semua individu yang
terlibat
- Mengembangkan dan menguraikan solusi
- Memilih solusi dan melakukan tindakan
- Merencanakan pelaksanaannya
Hal-hal yang Perlu
Diperhatikan dalam Mengatasi Konflik
- Ciptakan sistem dan pelaksanaan komunikasi yang
efektif.
- Cegahlah konflik yang destruktif sebelum terjadi.
- Tetapkan peraturan dan prosedur yang baku terutama
yang menyangkut hak karyawan.
- Atasan mempunyai peranan penting dalam
menyelesaikan konflik yang muncul.
- Ciptakanlah iklim dan suasana kerja yang harmonis.
- Bentuklah team work dan kerja-sama yang baik antar
kelompok/ unit kerja.
- Semua pihak hendaknya sadar bahwa semua unit/eselon
merupakan mata rantai organisasi yang saling mendukung, jangan ada yang
merasa paling hebat.
- Bina dan kembangkan rasa solidaritas, toleransi,
dan saling pengertian antar unit/departemen/ eselon.[]
Bulaksumur, 22 Februari
2010
Nur Sayyid Santoso
Kristeva, S.Pd.I, M.A.
Referensi
Bass, B.M. and Avolio, B.J., 1994, Improving Organizational
Effectiveness through Transformational Leadership, Sage, Thousand Oaks.
Bass, B.M., 1960, Leadership, Psychology and Organizational
Behavior, Harper and Brothers, New York.
Bennis, W.G. and Nanus, B., 1985, Leaders: The Strategies for
Taking Charge, Harper and Row, New York.
Bryman, A., 1992, Charisma and Leadership in Organizations,
Sage, London.
Burns, J.M., 1978, Leadership, Harper and Row, New York.
Baskerville, Dawn M., May 1993. How Do You Manage Conflict?. Black
Enterprise. Evert Van De Vliert (University of Groningen) and Boris
Kabanoff (University of New South Wales).
Brown, Waren B. dan Denis J. Moberg, Organization Theory and
Mangement: A Macro Approach, (New York : John Wiley & Sons,1980)
Carrol, Stephen J.,
& Henry L. Tosy, Organizational Behavior, John Willey & Son, New
York, 1977
Claassen, Ron, (1999). Center for Peacemaking and Conflict Studies,
Adapted from Shawchuck. Ada dalam Duane Ruth-Heffelbowr, Conflict &
Peacemaking Across Cultures Training for Trainers, Fresno Pacific
University, 1999.
C. Handy, Understanding Organizations, (London : Penguin,
1985), dikutip langsung oleh Eugene McKenna dan Nic Beec, The Essence of :
Manajemen Sumber Daya Manusia,Trj. Toto Budi Santoso, (Yogjakarta :
Penerbit Andi, 2002)
Davis, Richard, 1998. Exploding the Myths Of High Performance Teams.
Buckingham. UK: Vanguard Consulting Ltd.
Desmond graves, Corporate Culture : Diagnosis and Change Auditing
and Changing the Culture of Organization, (London : Frances Pinter
Publishing, 1986)
Etzioni, Amitai, Complex Organization : A Sociological Reader,
(New York: Rine Hart & Winston, 1961)
Fiedler, F.E., 1967, A Theory of Leadership Effectiveness,
McGraw-Hill, New York.
French, J. and Raven, B., 1967, 'The basis of social power', in
D. Cartwright and A. Zander (eds.), Group
Kozan, M. Kamil, 2002. Subcultures and Conflict Management Style.
Management International Review.
March 1990. Toward Theory-Based Measures Of Conflict Management.
Academy of Management Journal.
Moedjiono, Imam.
(2002). Kepemimpinan dan Keorganisasian, Yogyakarta: UII Press.
Noe, Hollenbeck,
Gerhart, Wright. 2000. Human Resource Management:Gaining a Competitive
Advantage. International Edition. Third Edition. McGraw-Hill Companies.
Inc.
Purwanto, M. Ngalim, Administrasi
dan Supervisi Pendidikan, Bandung, PT. Remaja Rosda Karya, Cet. VIII.,1998)
Ridwan, Teori
Kepemimpinan, Makalah disampaikan pada Pelatihan Kepemimpinan Mahasiswa
(PKM) BEM STAIN Purwokerto, 23-24 November 2007.
Robbins, Stephen P., Organizational Theory: Structure Design and
Aplication (New Jersey : Prentice Hall, Inc., 1990)
Robbins, Stephen dan Mary coulter. 2007. Management, 8th Edition.
NJ: Prentice Hall.
Siagian, Sondang P., Filsafat
Administrasi, Jakarta, Gunung Agung, Cet. II., 1971.
Sutarto, Dasar-dasar
Kepemimpinan Administrasi, Gadjah Mada University Press, 1986.
Stoner, James A.F., Management,
Secont Editions, Prentice-Hall International, Inc., 1982.
Swansburg, R.C. ( 1996 ) Management and Leadership for Nurse Managers ( 2 th ed) Jones and Bartlett Publishers Inc,
London England.
Schermerhom, Jr, John R., James G. Hunt and Richard N. Osborn, Managing
Organizational Behavior, John Wiley & Sons,lnc., New York, 1985.
Soekanto, Soerjono, Sosiologi suatu Pengantar, (Jakarta :
Grafindo, 2003)
Sathe, Vijay, Culture and Related corporate Realities,
(Homewood : Richard D. Irwin, Inc., 1985)
Schein, Edgar H., Organizational Culture and Leadershif, (San
Fransisco : Josseybass Publ, 1992).
Silalahi, Bennet, Corporate Culture and Performance Appraisal,
(Jakarta: Republika, 27 Juli 1994
Sallis, Edward, (1993).
Total Quality Management in Education, Philadelphia, London
Thierauf, Robert J.,
Robert C. Klekamp, Daniel W. Gedding, Management Principles and Practices: A
Contigency and Questionnare Approach, John Willey & Son, New York, 1997
Tomey, Ann Marriner,(1996). Guide
To Nursing Management and Leadership.
Mosby–Year Book, Inc St
Louis USA.
Tosi, Henry L. John R. Rizzo,and Stephen J. Carrol. Managing
Organizational Behavoir, Ballinger Publishing Company, Cambridge,
Massachusetts, 1986.
Thoha, Miftah. (2003). Kepemimpinan
Dalam Manajemen, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Tjiptono, Pandi &
Anastasia Diana. (2001). Total Quality Management,Yogyakarta: Andi.
Wursanto. (2002). Dasar-dasar
Ilmu Organisasi, Yogyakarta: Andi.
Yukl, Garry, Kepemimpinan dalam Organisasi, terj. Jusuf udaya,
Prehalindo, Jakarta, 1994.[]