diiklani

Showing posts with label MAHASISWA. Show all posts
Showing posts with label MAHASISWA. Show all posts

Sunday, June 10, 2018

METODOLOGI PEMBELAJARAN TRANSFORMATIF


Pembelajaran Orang Dewasa 

Secara umum proses pelatihan-petatihan dalam Sistem Kaderisasi PMII dilaksanakan dengan menggunakan sistem pembelajaran yang aktif, reflektif, dan partisipatif atau partisipatoris dengan pendekatan orang dewasa (andragogy), bukan pendekatan pendidikan untuk anak (pedagogy). 

Keputusan ini diambil mengingat bahwa kelompok sasaran Training  adalah orang dewasa (bukan anak-anak) sehingga menghendaki adanya persyaratan tertentu dalam belajar yang berbeda dengan gaya sekolahan.



Tujuan Pendidikan Pedagogy


Dalam pedagogy tujuan pendidikan adalah membentuk atau mempersiapkan seseorang untuk "masa yang akan datang". Sedangkan pelatihan yang dilakukan oleh Training  adalah mempersiapkan orang untuk menghadapi dan memecahkan masalah yang ada pada saat sekarang.


Karakteristik Andragogy & Pedagogy


Ada beberapa karakteristik yang berbeda antara andragogy dan pedagogy.  Perbedaan paling penting adalah bahwa orang dewasa bersifat lebih sukarela (voluntary) dan bebas (independent).  Kita tidak dapat memaksakan sesuatu yang mereka tidak suka atau yang tidak relevan. 


Hal penting lainnya adalah bahwa pendidikan orang dewasa adalah proses belajar seumur hidup.  Sebaliknya, dalam pendekatan pedagogy, seseorang melihat pendidikan sebagai terminal, dan orang dewasa yang kembali ke sekolah adalah untuk mengajar sesuatu yang tidak dia dapatkan sewaktu dia di sekolah.  Berbagai pemikiran modern mengakui bahwa belajar itu tidak ada akhirnya. 


Proses belajar seringkali dimulai setelah kita selesai sekolah.  Padahal, seseorang boleh saja selesai atau putus sekolah, tetapi sesungguhnya dalam menempuh hidup ini orang itu akan selalu terus (dan tidak berhenti untuk) belajar.


Ciri Pembelajaran Andragogy & Pedagogy


Pendekatan Andragogy dalam Pelatihan


Pilihan atas pendekatan andragogy dalam pelatihan juga didasarkan pada kenyataan bahwa setiap peserta atau warga belajar yang akan mengikuti pelatihan tidak datang dengan kepala kosong, tetapi telah mempunyai pengalaman. 


Apalagi kalau kita berbicara tentang politik dan partai politik, maka peserta sudah cukup tahu mengenai hal itu.  Dalam pelatihan Training , pengalaman seseorang adalah unik dan dihargai sebagai suatu masukan yang berarti. 


Peserta sama sekali tidak dianggap sebagai "gelas kosong" yang harus diisi.  Justru sebaliknya, ibarat membuat secangkir kopi, para peseria dianggap telah memiliki air, gula dan kopinya; dan tugas fasililator adalah sebagai sendok untuk meramu serta mengaduk agar.jadi adonan kopi yang enak.


Dengan belajar dari pengalaman dan menganalisisnya, warga belajar dapat membuat suatu generalisasi.  Kemudian menerapkannya dikehidupan nyata.  Dari sini ia akan memperoleh lagi pengalaman baru.  Apabila pengalaman baru ini dibagikan kembali dalam suatu pelatihan berikutnya, analisis, dan digeneralisasikan, maka akan didapatkanlah lagi pengalaman baru. 


Begitu seterusnya, sehingga sering dikatakan orang bahwa sistem pendidikan ini adalah sistem pendidikan terns menerus (longlife process).  Dengan gagasan awal bahwa pendidikan politik harus kearah "action", maka pilihan atas pendekatan ini semakin ditemukan relevansinya.


Prinsip Utama Dari Pendidikan Orang Dewasa


Jadi, prinsip utama dari pendidikan orang dewasa adalah selalu menekankan pencapaian perkembangan individual dan peningkatan partisipasi sosial dari pada individu. 


Pendidikan orang dewasa meliputi segala bentuk pengalaman belajar yang dibutuhkan oleh orang dewasa, pria maupun wanita, sesuai dengan bidang perhatiannya dan kemampuannya.


Dalam proses pendidikan semacam ini, peserta adalah orang dewasa yang telah mempunyai seperangkat pengalanian hidup, potensi dan sekaligus kelemahan yang secara total menjadi sumber kegiatan pendidikan.


Pelatihan Partisipatif dengan Pendekatan Andragogy


Di samping itu ada beberapa alasan lain kenapa Training  ini memilih menggunakan pelatihan partisipatif dengan pendekatan andragogy, yaitu:


Orang dewasa akan belajar dengan lebih baik apabila sekaligus langsung mempraktekkannya.  Karena dalam banyak kasus mereka tidak memiliki banyak waktu untuk membuka kembali catatan suatu pelatihan bila telah masuk kembali kedunia pekerjaan sehari-harinya Khong Hu Chu mengatakan: saya mendengar, saya lupa.  Saya melihat, saya ingat.  Saya kerjakan, saya mengerti.


Orang dewasa lebih menyukai pelajaran yang sesuai dengan apa yang diinginkannya.  Oleh karena itu warga belajar bertanggung jawab untuk saling bertukar pengalaman di bidang lingkungan hidup yang disukainya tersebut.  Tentunya Training  ini akan pula menyodorkan gagasan-gagasannya sebagai suatu bahan yang bisa didiskusikan bersama.


Orang dewasa lebih menyukai pelajaran yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan yang dihadapinya.  Buat apa suatu materi yang banyak serta canggih kalau tidak mampu melaksanakannya dan mewujudkannya dalam tugas nyata.




Tujuan Pelatihan


Secara lebih spesifik, dipilihnya pendekatan belajar orang dewasa dalam Training  ini dikandung maksud agar peserta mampu: memahami situasi sosial politik yang seringkali penuh konflik, berani bersikap tegas memberikan kritik konstruktif terhadap kondisi masyarakat di sekitarnya; dan sanggup memperjuangkan kepentingan Organisasi.


Memperhatikan dan mengupayakan peranan insani dari setiap individu sebagai warga negara (melaksanakan realisasi atau aktualisasi diri dari dimensi sosiainya).


Mengembangkan potensi, bakat dan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik, sehingga dapat berperan aktif dalam proses pofitik demi tercapainya cita-cita dan tujuan perjuangan Orgam'sasi.


Tujuan & Hasil Pelatihan


Dengan lain perkataan, model pembelajaran dalam Training  harus merupakan suatu proses yang bersifat mencerdaskan sekaligus membebaskan pesertanya untuk menjadi pelaku (subyek) utama, bukan sasaran perlakuan (obyek) dari suatu proses tersebut.  Materi-materi yang dipelajari dalam berbagai proses pembelajaran training, bukan sekadar teori, pendapat, kesimpulan, wejangan dan/atau nasihat dari seseorang, tetapi keadaan nyata masyarakat atau pengalaman seseorang atau sekelompok orang yang terlibat dalam keadaan nyata tersebut. 


Sehingga, tidak ada otoritas pengetahuan seseorang lebih tinggi dari yang lainnya.  Keabsahan pengetahuan seseorang ditentukan oleh pembuktiannya dalam realitas tindakan atau pengalaman langsung, bukan pada retorika teoritik atau "kepintaran omongnya".


Dalam berbagai proses pembelajaran Training, sedapat-dapatnya tidak ada pendekatan ceramah yang bersifat  "menggurui” karena pada dasarnya memang tidak ada "guru " dan "murid yang digurui ". Yang ada hanyalah peserta dan fasifitator. 


Bila digunakan istilah "guru" dan "murid", maka semua orang yang terlibat dalam proses pelatihan ini adalah "guru sekaligus murid" pada saat yang bersamaan.  Oleh karena tidak ada lagi batasan guru atau murid, maka proses yang berlangsung bukan lagi proses "mengajar-belajar" yang bersifat satu arah, tetapi proses "komunikasi-dialogis" dalam berbagai bentuk kegiatan (diskusi kelompok, bermain peran, dst) dengan media (peraga, grafika, audio visual, dan sebagainya) yang lebih memungkinkan terjadinya dialog kritis, reflektif dati partisipatif antar semua orang yang tertibat dalam proses pelatihan ini.


Hasil pembelajaran orang dewasa yang paling utama adalah perubahan sikap dan perilakunya ke arah yang lebih baru, dengan pengetahuan baru dan keterampilan bar-u, mengingat kelompok individu ini sudah memilikiki sikap tertentu, pengetahuan tertentu dan juga keterampilan tertentu.  Secara psikologis orang dewasa dalam situasi belajar mempunyai sikap tertentu.


Makna Belajar


oleh karena itu, maka beberapa hal berikut kiranya perlu menjadi perhatian penting:


Belajar adalah suatu pengalaman yang diinginkan oleh orang dewasa itu sendiri.  Maka orang dewasa tidak diajar.Orang dewasa dimotivasikan untuk mencari pengetahuan yang lebih mutakhir, keterampilan baru dan sikap lain.


Orang dewasa belajar kalau ditemukannya arti pribadi bagi dirinya dan melihat sesuatu mempunyai hubungan dengan kebutuhannya.


Belajar bagi orang dewasa kadang-kadang merupakan proses yang menyakitkan.  Sebab belajar adalah perubahan perilaku, sedang perubahan seringkali berarti meninggalkan kebiasaan, norma dan cara berpikir lama yang sudah melekat.


Belajar bagi orang dewasa adalah hasil dari mengalami sesuatu.  Sedikit sekali hasil diperoleh apabila orang tua diceramahi, dikhotbahi, digurui untuk melakukan hal tertentu atau bersikap secara tertentu. la harus mengalaminya untuk dapat dan mau terus melakukannya.  Orang tak bisa disuruh bertanggung jawab tanpa diberikan tanggung jawab untuk dialaminya.


Bagi orang dewasa, belajar adalah khas dan bersifat individual.  Setiap orang punya cara dan kecepatan sendiri untuk belajar dan memecahkan masalah.  Dengan kesempatan mengamati cara-cara yang dipakai orang lain, ia dapat memperbaiki dan menyempurnakan caranya sendiri agar menjadi lebih efektif.


Sumber terkaya untuk bahan belajar terdapat di dalam diri orang dewasa itu sendiri.  Setumpukan pengalaman masa lampau telah tersimpan di dalam dirinya, perlu digali dan ditata kembali dengan cara yang lebih berarti.


Belajar adalah suatu proses emosional dan intelektual sekaligus.  Manusia mempunyai perasaan dan pikiran.  Hasil belajar maksimal dicapai apabila orang dapat memperluas perasaan maupun pikirannya.


Belajar adalah hasil kerja sama antar manusia.  Dua atau lebih banyak manusia yang saling memberi dan menerima akan belajar banyak, karena terjadi proses pertukaran pengalaman dan pengetahuan serta saling mengungkapkan reaksi dan tanggapannya mengenai suatu masalah.


Belajar adalah suatu proses evolusi.  Kemampuan orang dewasa untuk mengerti, menerima, mempercayai, menilai, mendukung, memerlukan suatu proses yang berkembang secara perlahan.  Tidak dapat dipaksakan sekaligus.  Perubahan  perilaku tidak dapat terjadi dalam seketika, melainkan terjadi perlahan-lahan melalui percobaan-percobaan.


Faktor-faktor Fisiologis


Di samping beberapa faktor psikologis di atas, ada juga faktor-faktor fisiologis yang harus dipertimbangkan dalam proses belajar orang dewasa seperti kemampuan penglihatan, pendengaran, persepsi indera, dan lain-lain. 


Pada orang dewasa aspek aspek fisiologis tersebut memberi pengaruh terhadap pilihan metode pembelajaran, penggunaan media dan alat bantu, serta penyiapan segala kebutuhan proses pendidikan dan belajar mengajar.


Metode Partisipatif (Partisipatoris)


Jadi jelas, bahwa metode partisipatif (partisipatoris) dan pendekatan belajar orang dewasa merupakan pilihan yang sangat beralasan sekaligus komponen penting dari pelatihan dalam Training , karena pendekatan ini sangat bermanfaat bagi upaya pengembangan kapasitas orang atau pemberdayaan masyarakat.  Karena itulah, maka dalam pelaksanaannya, sebaiknya selalu mempertimbangkan hal-hal berikut:


Pelatihan sebaiknya interaktif, agar peserta dapat menganalisis persoalan secara rinci dan melaporkan hasilnya kembali pada waktu yang ditentukan;


Penentuan waktu yang signifikan sebaiknya memberikan pengalaman di antara  kelompok, guna mengembangkan kepercayaan diri dalam menganalisis dan menemukan solusi suatu masalah/kasus dengan memberi dasar argumen yang luas untuk kecakapan dan tumbuhnya kesadaran kritis mereka;


Pelatihan sebaiknya didasarkan pada dan tidak melupakan problem lokal yang praktis.  Institusi tokal perlu diusahakan untuk terlibat dalam pengembangan program latihan serta diberi kesempatan untuk pengembangan program mereka sendiri, dan sebagainya;


Pelatihan sebaiknya menitik-beratkan pada penyelesaian masalah dan diharapkan dapat melahirkan rumusan (altematif solusinya) yang bisa ditindak-lajuti guna pengembangan program.  Analisis atas kemampuan, keleniahan, peluang dan tantangan serta perencanaan, taksiran dan indikator hasil sebaiknya dikonsolidasikan secara rinci melalui contoh nyata di masyarakat.


Mendorong agar peserta mampu mempresentasikan gambaran situasi atau masalah sosial di thigkat lokal beserta rumusan altematif solusi yang bisa ditindak-lajuti.


Suasana Belajar


Dalam proses belajar dengan pendekatan pendidikan orang dewasa, penciptaan suasana belajar merupakan hal terpenting yang akan menentukan tingkat keberhasilan proses belajar.  Tanpa suasana belajar yang nyaman dan bebas, subt diperoleh hasfl belajar yang maksimal.  Gambaran situasi belajar yang baik dalam proses belajar orang dewasa adalah sebagai berikut:


Kumpulan manusia aktif, artinya bahwa situasi belajar harus memberi ruang bagi terciptanya dinaniika proses dan kreatifitas peserta untuk berpartisipasi atau berperan serta secara aktif di dalam seluruh proses belajar.


Suasana hormat mengonmti, artinya bahwa setiap peserta belajar harus menjunjung tinggi rasa saling menghomiati satu sama lain, dengan tetap menjaga adanya pluralitas pandangan maupun perbedaan pendapat.


Suasana harga-menghargai, artinya bahwa karena belajar orang dewasa bersifat subyektif dan unik, maka setiap pendapat, perasaan, pikiran dan lain-lain , baik itu benar atau salah, menarik atau tidak menarik, tetap harus dihargai, agar tidak mematikan gairah belajar.


Suasana percaya, artinya bahwa di antara peserta belajar dengan orang yang membimbingnya (misalnya fasilitator) harus ada saling kepercayaan.  Tentu saja masing-masing pihak juga harus percaya pada dirinya sendiri.


Suasana penemuan diri, artinya peserta belajar --dengan binibingan fasflitator-harus memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan jati diri dan kebutuhannya, memecahkan masalalinya, dst.  Dari ketiga proses itu orang dewasa dapat menemukan diri; segala kekuatan dan kelemahannya.


Suasana tak mengancam, artinya, karena orang punya sistem nilai, pendirian dan pendapat yang berbeda, maka harus tercipta suasana belajar dimana orang tidak takut tintuk berbeda dengan yang lain dan boich melakukan kesalahan.


Suasana keterbukaan, artinya bahwa seluruh anggota kelompok belajar, ten-nasuk fasflitator, harus sai-na-sama memiki sikap terbuka untuk mengungkapkan diri dan mendengarkan orang lain.


Suasana mengakui kekhasan pribadi, artinya bahwa setiap orang punya kekhasan sendiri-sendiri mctiyatigkut kecerdasan, perasaan, kepercayaan dan lain-lain.  Oleh karena itu kekhasan itu maka proses belajar harus memungkinkan setiap orang untuk tidak barns sama dengan pribadi lain.


Suasana membenarkan perbedaan, artinya bahwa perbedaan harus dipandang sebagai bukan hal yang merusak melainkan bermanfaat bagi proses dan hash belajar.  Tidak ada kebenaran tunggal dalam proses belajar orang dewasa.


Menciptakan Suasana Belajar


Suasana mengakui hak untuk berbuat salah, artinya kekeliruan atau kesalahan merupakan hal yang wajar dari proses belajar yang mencoba-coba pengetahuan baru, sikap baru, perilaku baru maupun keterampilan baru.


Suasana membolehkan keraguan, artinya bahwa dalam proses belajar orang dewasa sikap ragu-ragu harus diberi tempat, ditolerir dan bukannya dibunuh dengan pemaksaan-pemaksaan. 


Pemaksaan untuk menerima suatu pandangan sebagai yang paling tepat justru akan menghambat proses belajar.


Evaluasi bersama dan evaluasi diri, artinya bahwa pada akhimya anggota kelompok belajar ingin tahu apa arti dirinya dalam kelompok belajar.  Orang ingin mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya. 


Oleh karena itu evaluasi bersama oleh seluruh anggota kelompok dirasakan sangat berharga untuk bahan renungan, agar masing-masing lebih mengenal dirinya dan orang lain.


Daur Belajar Orang Dewasa


Agar selalu berada pada asas-asas pendidikan kritis yang menjadi filosofinya, maka kerangka pelaksanaan proses pembelajaran dalam Training  ini sengaja disusun dalam suatu proses yang dikenal sebagal "daur belajar (dari) pengalaman yang distrukturkan" (structured experiences learning cycle). 


Proses belajar ini telah teruji sebagai suatu proses belajar yang juga memenuhi semua tuntutan atau prasyarat pendidikan kritis, terutama karena urutan prosesnya memang memungkinkan bagi setiap orang untuk mencapai pemahaman dan kesadaran atas suatu realitas sosial dengan cara terlibat (partisipatoris), baik secara langsung maupun tidak langsung, sebagal bagian dari realitas tersebut.


Daur Belajar


Dengan pengalaman keterlibatan semacam itu, pada gilirannya memungkinkan setiap orang warga belajar dalam pelatihan akan mampu melakukan:


Rangkai-ulang (rekonstruksi); yakni menguraikan kembah rincian (fakta, unsur-unsur, urutan kejadian, dan lain-lain) dari realitas tersebut.


Kaji-urai (analisis); yakni mengkaji sebab-sebab dan kemajemukan kaitan-kaitan permasalahan yang ada dalam realitas tersebut.


Kesimpulan (konklusi); yakni merumuskan makna atau hakekat dari realitas sebagai suatu pelajaran dan pemahaman atau pengertian baru yang lebih utuh.


Tindakan; yakni memutuskan dan melaksanakan tindakan-tindakan baru yang lebih baik berdasarkan hasil pemahaman atau pengertian baru atas realitas tersebut, sehingga sangat memungkinkan pula untuk menciptakan realitas-realitas baru yang juga lebih baik.





Kerangka Dasar Pendidikan Kritis


Kerangka dasar tersebut harus dijabarkan dalam rumusan atau uraian langkah langkah seluruh proses pelatihan. 


Tanpa pemahaman mendalam dan menyeluruh terhadap kerangka proses ini beserta asas yang mendasarinya, maka sulit bagi siapapun untuk menggunakan isi buku panduan ini secara efektif, mencerdaskan dan membebaskan. 


Maka, siapapun yang mendapat tugas sebagai fasifitator ataupun perancang dan panitia pelatihan, hendaknya selalu meningkatkan wawasan dan kecakapan mereka dalam menjalankan proses kaderisasi partai secara tepat, terukur, efektif, efisien, dan berkelanjutan sehingga asas-asas pendidikan kritis yang mendasarinya tidak sekedar menjadi  jargon serba-kata (verbalivtic) belaka.


Metode Pembelajaran


Dalam pelaksanaan setiap sesi pelatihan selalu terdiri dari dua bagian utama, yaitu: 1).issues, informasi atau materi yang akan didiskusikan oleh peserta bersama fasilitator (isilcontent), dan 2).perihal bagaimana kita menyampaikannya (proses). 


Oleh karena menekankan pada proses dan otonomi individual, model kaderisasi ini dijalankan dengan sebanyak-banyaknya memberikan ruang dan kesempatan kepada partisipan untuk berekspresi dan mencurahkan pendapat. 


Sehingga, metode pembelajaran dan teknis pendekatan dalam pengelolaan forum yang dikembangkan dalam Training  juga harus memenuhi sejumlah unsur dan metode tertentu guna penciptaan suasana di ruang pelatihan yang dinamis, hidup dan tidak menjemukan.


Peran Fasilitator


Pelatihan metode ini penting, sebab terdapat hubungan yang signifikans antara metode yang dipilih/digunakan dengan suasana kelas atau ruang pembelajaran yang tercipta.  Ketepatan dalam memilih metode serta kemampuan dalam menentukan/ memadukan secara seimbang antara proses dan isi pelatihan, akan sangat berpengaruh bagi tingkat pencapaian target pelatihan. 


Meskipun fasilitator mengetahui isi materinya dengan baik, namun apabila pilihan metode pembelajaran kurang tepat alau pilihan metodenya tepat tetapi cara menyampaikannya kurang baik, maka peserta akan sulit berpartisipasi secara penuh atau tidak peduli, sehingga target pelatihan tidak dapat terpenuhi sebagamana yang diinginkan. 


Sebaliknya, jika seseorang mungkin kurang mengetahui isi materinya dengan baik, namun apabila tepat dalam memilih/menggunakan metode pembelajaran serta cara menyampaikannya bagus, maka peserta akan berpartisipasi secara penuh, sehingga target pelatihan dapat terpenuhi sebagaimana yang diinginkan. Pemilihan sebuah metode menuntut keahlian si pelaksananya. 


Bagi mereka yang telah sering melakukan pelatihan, maka dia akan tahu metode mana yang paling cocok dan paling efektif bekerjanya.  Begitu seseorang telah menetapkan sebuah metode, hendaklah dia melaksanakannya dengan rileks, nyaman dan sungguh-sungguh.


Seorang fasilitator hendaklah tidak terlalu kaku ataupun terlalu banyak mencobakan berbagai teknik, karena dengan cara yang sederhana saja hasilnya bisa sangat baik bila kita serius menanganinya.  Oleh karenanya, pada saat akan menetapkan sebuah metode, apabila metode tersebut telah diperkirakan akan menyebabkan kesulitan, maka hendaklah mencari metode lain.  Janganlah merasa terpaksa atau tidak nyaman dalam menggunakan metode yang telah anda pilih.  Andalah yang tahu keterbatasan Anda terhadap metode yang dipilih.  Pilihlah yang paling Anda kuasai dan yang paling sederhana teknik penyampaiannya.


Teknik Pengelolaan Forum


Untuk membantu mempermudah memilih metode apa yang akan digunakan sesuai dengan tujuan pembelajarannya, maka simaklah diagram tentang beberapa metode


Belajar teknik pengelolaan forum pembelajaran dan kaitannya dengan suasana belajar dan ruang kelas yang akan tercipta.



Penjelasan Metode Belajar


1. Issu Kunci (Lecture and Lecturette)


Sifatnya monolog dan menyangkut isu-isu dasar.  Metode ini dipilih sewaktu waktu terbatas dan banyak informasi dasar yang perlu disampaikan.  Walaupun sifatnya sangat monolog, tetapi dengan mengembangkan isu kunci dan langsung tanya jawab, kita bisa mengharapkan hasil yang baik.

2. Diskusi Terpadu


Metode ini sangat sederhana dan aktif Dengan cara ini kita bisa lebih mudah untuk mengarahkan mengharapkan diskusi peserta kepada apa yang kita inginkan.  Diskusi Terpadu bisa dimulai dengan Lecturette untuk melontarkan isu, kemudian ditunggu reaksinya melalui diskusi semacam ini.  Peran dan tugas dari fasilitator adalah untuk memandu, bukan: memimpin, mendominasi, mengarahkan, atau membiarkan mereka jauh dari topik.


3. Diskusi Kelompok


Diskusi Kelompok adalah metode yang sangat umum digunakan atau biasanya paling disukai dan dikuasai oleh fasilitator, dan dapat dikombinasikan dengan metode lain dalam satu sesi.  Diskusi kelompok ini biasanya bermanfaat atau dapat digunakan untuk:


  • Mengumpulkan permasalahan umum terhadap isu tertentu.
  • Mengumpulkan pendapat yang berbeda atas permasalahan yang berbeda.
  • Menekankan kesamaan dari sesuatu yang tampaknya berbeda yang dilontarkan oleh kelompok yang berbeda.
  • Menekankan perbedaan dari sesuatu yang tampaknya sama.
  • Mengerjakan hal yang berbeda pada saat bersamaan, dimana setiap kelompok mengerjakan hal yang berlainan.
  • Menyelesaikan suatu tugas tertentu, di mana setiap orang tahu apa tugasnya.


Dalam pelaksanannya, diskusi kelompok kecil (Buzz Groups) biasanya: 1).melibatkan pembagian peserta ke dalam bentuk kelompok-kelompok kecil sebanyak 3-5 orang untuk kemudian melakukan diskusi atau aktivitas lain, 2).peserta merasa lebih mudah berkomunikasi dan membagi pengalaman mereka untuk kemudian mencoba menghubungkannya dengan kehidupan nyata mereka, 3).peserta yang kurang percaya diri (PD) dapat berpartisipasi lebih banyak sekaligus dalam rangka menumbuhkan kepercayaan diri mereka untuk mampu berbicara di muka umum, dan 4).memungkinkan antar peserta untuk saling membangun kepercayaan dan solidaritas satu sama lain. 5).juru-bicara dari kelompok kecil tadi diminta untuk melaporkan/mempresentasikan hasil diskusi mereka dalam kelompok yang lebih besar (pleno).  Diskusi dalam kelompok besar sangat berguna untuk belajar dari pengalaman masing-masing anggota kelompok dan setiap peserta dibebaskan untuk menyimpulkan hasil diskusi.  Fasilitator dalam hal ini bertugas menghidupkan dan menjaga irama diskusi.


Diskusi kelompok paling baik kalau dilaksanakan setelah rehat kopi pagi, dimana mereka masih belum bangun benar dari lelahnya pagi, atau beberapa saat setelah makan siang dan rehat kopi siang, dimana peserta mulai mengantuk.  Cara semacam itu membantu menghilangkan kesan monoton sekaligus cara yang baik pula untuk memulai diskusi dengan kelompok besar.  Walaupun metode ini paling popular dan berhasil guna baik, tetapi sebaiknya tidak terlalu sering menggunakannya.  Peserta akan merasa bosan dan mulai ragu apakah akan benar-benar memperoleh manfaat dari ide orang lain. di samping ini bisa saja akan tumbuh kesan bahwa pelatihan ini hanya memanfaatkan ide peserta dan  boleh dikatakan semuanya dilakuka oleh peserta.


4. Mencairkan situasi (Ice Breaker)


Ini adalah suatu permainan untuk membuat peserta "bergerak" atau untuk menghangatkan suasana.  teknik ini dirancang untuk permulaan pelatihan, atau setiap hari selama pelatihan untuk menciptakan suasana santai, saling mengenal satu sama lain, dan menumbuhkan kepercayaan diri untuk mampu berbicara di depan kelompok.  Sedapat mungkin acara ini diikuti oleh semua peserta secara aktif.


Metode yang digunakan dalam rangka ice-breakers ini harus dipilih yang paling sesuai dengan kondisi kelompok, misalnya sejauh niana para peserta telah saling mengenal, latar belakang budaya masing-masing, jenis kelamin, dan lain-lain.  Kalau sesinya pendek, sebaiknya tidak menggunakan Ice Breaker terlalu lania.  Saat penggunaan Ice Breaker sangat tergantung kepada suasana peserta.  Apakah mereka telah saling kenal mengenal? atau apakah mereka pemah bekerjasama sebelumnya?  Denga Ice Breaker hal ini akan terasa pas untuk diatasi.  Semakin sederhana suatu Ice Breaker semakin baik hasilnya.


Walaupun tampaknya sederhana, tetapi pelaksanaan Ice Breaker sesungguhnya menuntut suatu keahlian tersendiri.  Untuk itu, pelaksanaan ise breaker perlu persiapan sebelumnya.  Untuk menunjang optimalnya penampflan, sebaiknya fasilitator yang akan melakukan ice-breaker menginformasikan rencana teknisnya kepada panitia atau co-fasilitator sehingga terjalin kerja-sama yang baik.


5. Curah Gagasan (Brainstorming)


Adalah cara memunculkan gagasan secara bebas (tanpa sensor), kemudian memulai diskusi berdasarkan gagasan tersebut.  Acara ini bermanfaat untuk mengumpulkan gagasan sebanyak mungkin dari para partisipan berkenaan dengan satu masalah yang diajukan, kemudian mereka menanggapi, mengomentari atau mengusulkan sesuatu yang berhubungan dengan masalah itu.  Ini adalah tempat untuk menampung ide-ide kreatif peserta terhadap suatu permasalahan yang dilontarkan.  Biarkan pendapat muncul, tidak perlu dievaluasi, tidak ada kritik, dan tidak ada komentar pujian atas penyataan yang dianggap baik dan kemudian barulah kita membahasnya.


Di antara langkah-langkah melakukan curah gagasan adalah sebagai berikut:


Fasilitator melontarkan pertanyaan penggerak kepada peserta.  Semua masukan itu ditulis di alas kertas atau whiteboard, sebaiknya tidak dikomentari atau ditanyai dulu.


Fasilitator menampung (tanpa mengevaluasi, kritik, pujian) pendapat peserta. Pesetia sebaiknya tidak saling mengomentari pendapatnya dulu.  Setiap orang harus merasa bahwa pendapatnya tidak dinilai alau dihakimi oleh orang lain.


Fasilitator melakukan klarfikasi atas pendapat yang tidak jelas;


Daftar gagasan yang telah ditulis tadi dibahas bersama, diklasifikasikan, diurutkan berdasarkan skala prioritas, dan lain-lain.  Cara semacam itu, dapat pula digunakan untuk mencari suatu solusi atas persoalan terteniu.


6. Studi kasus (Case Study)


Studi kasus sangat bermanfaat untuk mengambil keputusan dan pemecahan masalah, termasuk untuk membuat deskripsi tentang bagaimana suatu masalah yang pernah muncul di masa lalu dihadapi dan ditanggapi peserta.  Hal itu bisa berupa suatu sejarah atau hipotesis, tetapi harus berhubungan dengan pengalaman aktual dari partisipan, dan sebaiknya berdasarkan kasus yang benar-benar nyata, atau bisa juga situasi yang direka berdasarkan isu nyata.  Fasifitator menghadapkan suatu masalah kepada peserta dalam bentuk tulisan, baik fiktif ataupun nyata, untuk dipecahkan oleh peserta.  Fasilitator dapat meminta tolong seseorang dari unsur panitia sebagai "co-fasilitator" untuk memandu setiap kelompok dalam berdiskusi.


Metode studi kasus ini juga dapat digunakan untuk melihat proses yang terjadi di dalamnya dan juga dapat untuk melihat substansi suatu situasi khusus yang dihadapi peserta.  Metode ini perlu menyediakan media/sarana yang diperlukan oleh peserta untuk menguji alat-alat analisa yang telah mereka pelajari, guna menumbuhkan sikap kritis peserta.  Studi kasus mungkin bisa lama penjabaranya, tetapi akan lebih baik jika bisa lebih singkat.  Karenanya, studi kasus harus dirancang dengan cermat agar konsep yang digunakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.


7. Bermain Peran (Role Playing)


Sebenamya role-playing ini i sama dengan studi kasus, tetapi dengan memerankannya secara langsung, misalnya dengan memainkan suatu peran yang menggambarkan kejadian sehari-hari.  Jadi, partisipan menjadi "bagian dari aksi” dengan berpura-pura memainkan satu peran khusus, misalnya menjadi seorang polisi atau seorang korban pelanggaran HAM, tetapi berbeda dengan drama, peran tersebut tidak dimainkan dulu sebelumnya.


Setiap orang dalam permainan peran ini harus benar-benar mengerti akan peran yang ia mainkan dan tujuan dari permainan tersebut, yakni untuk membentuk sikap serta menggambarkan pengalaman-pengalaman hidup dengan cara yang dramatis dan menyenangkan sehingga orang kemudian dapat belajar dari pengalaman.Media ini akan menarik bagi mereka yang berani tampil.  Jadi, fasifitator perlu memanfaatkan peserta (yang berani) untuk mendinamisir atau sebagai penggerak role-playing. permainan peran dapat dijadikan sebagai sarana untuk mengetahui perasaan orang terhadap situasi tertentu.


Permainan ini juga dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan, misalnya tentang isu gender.  Peran-peran yang dimainkan dapat juga berupa peran-peran hasil rekayasa sendiri.  Dalam pelatihan berbasis gender, misalnya, permainan peran ini dapat menjadi cara yang paling efektif misalnya untuk membuat seorang pria merasakan bagaimana seandainya ia menjadi wanita, dengan segala keterbatasan dan kelemahaniiya.  Di sini perspektif seseorang tentang gender -rnisalnya akan tampak dari cara dia memainkan peran.  Permainan peran merupakan cara yang cukup fair dan terbuka.  Permainan ini sebaiknya dijalankan ketika di antara anggota kelompok telah terjalin rasa saling percaya.  Di akhir permainan, fasifitator memberikan waktu bagi peserta untuk mengemukakan apa yang mereka rasakan ketika memainkan peran tadi dan kemudian menyimpulkan pelajaran yang dapat diambil  dari permainan tadi.


Studi Literatur,yakni membaca di luar pertemuan kelas yang dimaksudkan untuk menambah dan memperluas materi-materi yang belum dikuasai;


Kuesioner, adalah metode yang biasanya digunakan untuk mengetes/menguji tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku peserta.


Tugas Penulisan, adalah penugasan melalui penulisan/ review makalah, resensi/ resume buku/media Massa dan lain-lain, mengenai tematik tertentu; untuk memperkaya wawasan (enrichment) dan melatih reproduksi pemikiran;


Pemetaan Konflik  (conflic mapping exercise), yaitu pembuatan peta tentang beberapa kelompok strategis di masyarakat dengan seluruh sumberdaya yang dimiliki dan legitimasi yang dipunyai;


Metode Analisis Kebutuhan; yakni menganalisis kebutuhan berdasarkan, misalnya teori "hierarki kebutuhan" Maslow, dengan harapan peserta mampu mengidentifikasi serta merumuskan: 1).kelemahan, kekuatan, peluang dan tantangan daerah; 2).asipirasi, kebutuhan dan kepentingan masyarakat di daerah- 3)jenis serta susunan prioritas atau peringkat kebutuhan guna menyusun perencanaan  sesuai dengan identifikasi kebutuhan dari target komunitas.


Debat; adalah uji argumen untuk membantu mengklarifikasikan isu-isu kontroversial dan membiarkan berbagal perspektif yang dimunculkan.  Partisipan mengambil posisi yang berbeda satu sama lain, bersikap sebagai oposisi atas suatu masalah dan mengajukan argumentasi yang berbeda dengan yang lain.


Diskusi terbuka; adalah diskusi di mana partisipan memperoleh kesempatan untuk berbicara tanpa intrupsi, pada saat yang sama fasilitator berkeliling untuk memastikan setiap partisipan mengeluarkan pendapatnya.


Membaca Pesan Terselubung (codes); adalah suatu metode yang melibatkan situasi tertentu tetapi lebih, terbatas bila dibandingkan dengan role-playing. topik yang dimainkan tidak secara ekplisit dikemukakan, akan tetapi terletak di dalam suatu obyek misalnya gambar, cerita sejarah atau drama singkat.  Obyek-obyek itu kemudian digunakan sebagai bahan diskusi.  Suatu penafsiran rangkaian gambar (pictorial interpretation) biasanya menyajikan gambar untuk ditafsirkan oleh peserta dan kemudian diidentifikasi berbagai persoalan di dalamnya dan cara menyelesaikan atau memetakan persoalan itu


Statement Ranking; adalah metode dimana fasilitator mengemukakan pernyataan-pemyataan yang berhubungan dengan topik diurutkan.  Selain dilakukan oleh fasilitator, para peserta juga diminta untuk membuat suatu urutan berdasarkan pendapat mereka tentang pernyataan yang masuk, setuju atau tidak setuju.


Pernyataan Bebas (Sentence Completion), adalah metode yang membebaskan peserta untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya, kemudian mendiskusikan hal itu dengan orang lain.  Metode ini lebih bebas dibanding statement ranking karena setiap orang bebas mengeluarkan gagasannya sedangkan dalam statement ranking mereka hanya memilih yang sudah ada.


Thinkfast, adalah metode yang berguna untuk memantau dan menumbuhkan animo atau semangat peserta.  Dalam teknik ini peserta diberi kesempatan untuk mengatakan sesuatu atau menjawab pertanyaan dengan cepat.  Jika ada peserta yang tidak benar-benar mengungkapkan apa yang dia tahu secara terbuka, fasilitator dapat menggunakan kartu atau kertas dan meminta peserta untuk menuliskan pendapat atau pertanyaan mereka di kertas tersebut.  Kertas itu kemudian dikumpulkan dan masing-masing mengambil satu untuk dibacakan, dengan begitu setiap orang dapat menyampaikan perasaan atau pendapatnya dengan bebas dan rahasia.


Kunjungan Belajar; metode ini sangat berguna dalam palatihan jangka panjang, untuk menghindari rutinitas, kejenuhan dan memberi kesempaatan bagi peserta untuk mempraktekkan teori yang diperolehnya.  Kunjungan belajar ini memerlukan persiapan yang benar-benar matang dan dibicarakan sebelum pelatihan.  Sebelum berangkat para peserta perlu debriefing agar mereka mengerti tujuan kegiatan tersebut dan dapat menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang akan mereka ajukan.  Di akhir kunjungan diadakan semacam evaluasi untuk mengetahui efektivitas kegiatan tersebut.


Studi lapangan; metode ini sangat berguna untuk memperoleh data/informasi/ gambaran yang lebih utuh tentang suatu obyek serta penerapan metode analisisnya; melalui observasi dan penggalian data untuk kemudian dibahas dalam diskusi, mini work-shop atau semiloka terbatas.


Simulasi dan praktek lapang; metode ini biasanya dilakukan dalam bentuk perancangan, simulasi dan eksperimen mengenai disain program/aksi, melalui simulation game atau eksperimen di lapangan, agar peserta mampu merancang suatu program kegiatan strategis/rencana tindakan taktis, termasuk melakukan analisis risiko dan mempraktekannya secara integratif, sisteniatis, efektif, realistic dan tepat sasaran.


Melaporkan ulang; adalah metode dimana partisipan dikelompokkan ke dalam kelompok-kelompok kecil, dimana ada seorang partisipan yang diberi tugas untuk melapor kepada kelompok besar atas hasil yang diperoleh dari diskusi dalam kelompok kecilnya.


Bercerita tentang pengalaman, adalah metode dimana seseorang partisipan diminta berbicara mengenai pengalaman pribadinya yang berkaitan dengan issu atau masalah tertentu yang akan diskusikan.


Forum melingkar; adalah suatu metode pengelolaan ruangan dimana semua partisipan duduk dalam posisi melingkar sehingga mereka dapat saling melihat satu sama lain.  Selain itu, ada juga Lingkaran dalam lingkaran dimana para partisipan membentuk dua kelompok lingkaran dengan jumlah yang sama kemudian salah satu lingkaran masuk ke dalam lingkaran lainnya sehingga akan terbentuk lingkaran dalam lingkaran.  Peserta yang berada di lingkaran dalam otomatis berhadapan dengan seorang pada lingkaran luar, misalnya untuk perkenalan.  Lingkaran dapat diputar ke kiri atau ke kanan sehingga masing-masing orang dalam dua kelompok tadi dapat berkenalan satu persatu.


Visualisasi: adalah suatu metode di mana fasilitator membacakan satu cerita fiksi, kemudian peserta diminta menghubungkan cerita fiksi itu dengan kehidupan dan pengalamannya, semacam introspeksi diri.  Sebelum fasilitator membacakan satu cerita fiksi tersebut, sebaiknya para peserta dibiarkan melakukan relaksasi agar imajenasi mereka dapat berkembang bebas.


Permainan dan Kerja Kreatif, adalah cara menghilangkan kejenuhan dan menumbuhkan semangat baru.  Mereka juga dapat mengeluarkan topik-topik sensitif dengan cara santai, misalnya menggambar, menyanyi, membaca puisi, membaca cerita, bermain dan lain-lain; baik secara berkelompok maupun individual, sehingga masing-masing peserta dapat mengekspresikan suatu hal dengan cara yang berbeda-beda.  Kegiatan ini merupakan sarana untuk mengeluarkan ide, bukan semacam tes bakat menggambar,menyanyi, membaca puisi dan lain-lain.

REPOSISI GERAKAN MAHASISWA


PROLOG

Mahasiswa merupakan generasi penerus bangsa yang menyandang predikat agen perubahan sosial. Statusnya yang tinggi berkonsekuensi pada suatu tanggung jawab yang sangat besar. Menyikapi tanggung jawab mahasiswa pada masa mendatang itu, mahasiswa memiliki tiga tugas sekaligus, pertama, penguasaan ilmu secara sungguh-sungguh. Kedua, membangun spiritualisme dalam dirinya dan, ketiga, membangun spiritulisme dalam masyarakatnya (Syahrin Harahap: 2005)
Mahasiswa hendaknya tidak hanya mengandalkan belajar dari bangku kuliah saja, tetapi juga perlu belajar dari organisasi. Tidak semua ilmu pengetahuan dan pengalaman kehidupan tersedia di bangku kuliah. Bangku kuliah hanyalah bagian kecil dari sarana untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat teoretis. Lebih dari itu, mahasiswa harus belajar berorganisasi. Organisasi merupakan wahana efektif untuk mengembangkan potensi diri, sarana belajar bersama, berinteraksi dengan orang lain, membentuk serta mendewasakan karakter, mengasah ketajaman dan kepekaan sosial, dan membangun kritisisme dan idealisme kehidupan berbangsa dan bernegara. 
Pergulatan panjang sejarah bangsa Indonesia, tidak dapat dipisahkan dari peran aktif pemuda dan mahasiswa. Hal ini dapat dibaca dari rentetan kejadian-kejadian yang sangat penting dalam catatan sejarah bagsa Indonesia. Sejarah telah mencatat dengan tinta emas, peran mahasiswa dari masa ke masa, dalam mendialektikakan pergumulan panjang lahirnya bangsa Indonesia.
SEJARAH GERAKAN MAHASISWA DI INDONESIA
1.      Era Pra Kemerdekaan
1)      Gerakan 1908
Gerakan mahasiswa pertama kali yang memiliki struktur pengorganisasian modern yaitu Boedi Utomo. Didirikan di Jakarta, 20 Mei 1908 oleh pemuda, pelajar, dan mahasiswa sebagai refleksi sikap kritis dan keresahan intelektual yang bertujuan untuk kemajuan bangsa, terutama di bidang pendidikan, pertanian, peternakan dan dagang, teknik dan industri, serta kebudayaan. Boedi Oetomo, merupakan suatu episode sejarah yang menandai munculnya angkatan pembaharu dengan kaum terpelajar dan mahasiswa sebagai aktor terdepannya, yang misi utamanya menumbuhkan kesadaran kebangsaan dan hak-hak kemanusiaan dikalangan rakyat Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan, dan mendorong semangat rakyat melalui penerangan-penerangan pendidikan untuk berjuang membebaskan diri dari penindasan kolonialisme.
2)      Gerakan 1928
Diinspirasi oleh pembentukan Kelompok Studi Surabaya dan Bandung, menyusul kemudian Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), prototipe organisasi yang menghimpun seluruh elemen gerakan mahasiswa yang bersifat kebangsaan tahun 1926, Kelompok Studi St. Bellarmius yang menjadi wadah mahasiswa Katolik, Cristelijke Studenten Vereninging (CSV) bagi mahasiswa Kristen, dan Studenten Islam Studie-club (SIS) bagi mahasiswa Islam. Kebangkitan kaum terpelajar, mahasiswa, intelektual, dan aktivis pemuda itulah, munculnya generasi baru pemuda Indonesia yang memunculkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda dicetuskan melalui Konggres Pemuda II yang berlangsung di Jakarta pada 26-28 Oktober 1928, dimotori oleh PPPI.
2.      Era Kemerdekaan
1)      Gerakan 1945
Secara umum kondisi pendidikan maupun kehidupan politik pada zaman pemerintahan Jepang jauh lebih represif dibandingkan dengan kolonial Belanda, antara lain dengan melakukan pelarangan terhadap segala kegiatan yang berbau politik; dan hal ini ditindaklanjuti dengan membubarkan segala organisasi pelajar dan mahasiswa, termasuk partai politik, serta insiden kecil di Sekolah Tinggi Kedokteran Jakarta yang mengakibatkan mahasiswa dipecat dan dipenjarakan. Salah satu peran angkatan muda 1945 yang bersejarah, dalam kasus gerakan kelompok bawah tanah yang antara lain dipimpin oleh Chairul Saleh dan Soekarni saat itu, yang terpaksa menculik dan mendesak Soekarno dan Hatta agar secepatnya memproklamirkan kemerdekaan, peristiwa ini dikenal kemudian dengan peristiwa Rengasdengklok.
2)      Gerakan 1966
Sejak kemerdekaan, muncul kebutuhan akan aliansi antara kelompok-kelompok mahasiswa, di antaranya Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI), dibentuk melalui Kongres Mahasiswa yang pertama di Malang tahun 1947. Selanjutnya, dalam masa Demokrasi Liberal (1950-1959), seiring dengan penerapan sistem kepartaian yang majemuk saat itu, organisasi mahasiswa ekstra kampus kebanyakan merupakan organisasi dibawah partai-partai politik. Misalnya, GMKI Gerakan Mahasiswa kristen Indonesia, PMKRI Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia dengan Partai Katholik, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dekat dengan PNI, Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dekat dengan PKI, Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (Gemsos) dengan PSI, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) berafiliasi dengan Partai NU, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dengan Masyumi, dan lain-lain.
Pada tahun 1965 dan 1966, pemuda dan mahasiswa Indonesia banyak terlibat dalam perjuangan yang ikut mendirikan Orde Baru. Gerakan ini dikenal dengan istilah Angkatan '66, yang menjadi awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, sementara sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan. Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu adalah mereka yang kemudian berada pada lingkar kekuasaan Orde Baru, di antaranya Cosmas Batubara (Eks Ketua Presidium KAMI Pusat), Sofyan Wanandi, Yusuf Wanandi ketiganya dari PMKRI ,Akbar Tanjung dari HMI dll. Angkatan '66 mengangkat isu Komunis sebagai bahaya laten negara. Gerakan ini berhasil membangun kepercayaan masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang Komunis yang ditukangi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia).
3.      Era Orde Baru
1)      Gerakan 1974
Realitas berbeda yang dihadapi antara gerakan mahasiswa 1966 dan 1974, adalah bahwa jika generasi 1966 memiliki hubungan yang erat dengan kekuatan militer, untuk generasi 1974 yang dialami adalah konfrontasi dengan militer. Gerakan mahasiswa saat itu, melancarkan berbagai kritik dan koreksi terhadap praktek kekuasaan rezim Orde Baru, seperti:
·         Golput yang menentang pelaksanaan pemilu pertama pada masa Orde Baru pada 1972 karena Golkar dinilai curang.
·         Gerakan menentang pembangunan Taman Mini Indonesia Indah pada 1972 yang menggusur banyak rakyat kecil yang tinggal di lokasi tersebut.
·         Gerakan "Mahasiswa Menggugat" yang dimotori Arif Budiman, Adnan Buyung Nasution, Asmara Nababan. yang progaram utamanya adalah aksi pengecaman terhadap kenaikan BBM, dan korupsi.
·         Gerakan memprotes PM Jepang Kakuei Tanaka yang datang ke Indonesia dan peristiwa Malari pada 15 Januari 1974. Gerakan mahasiswa di Jakarta meneriakan isu "ganyang korupsi" sebagai salah satu tuntutan "Tritura Baru" disamping dua tuntutan lainnya Bubarkan Asisten Pribadi dan Turunkan Harga.
2)      Gerakan 1977-1978
Setelah peristiwa Malari, hingga tahun 1975 dan 1976, berita tentang aksi protes mahasiswa nyaris sepi. Mahasiswa disibukkan dengan berbagai kegiatan kampus disamping kuliah sebagain kegiatan rutin, dihiasi dengan aktivitas kerja sosial, Kuliah Kerja Nyata (KKN), Dies Natalis, acara penerimaan mahasiswa baru, dan wisuda sarjana. Menjelang Pemilu 1977, barulah muncul kembali pergolakan mahasiswa yang berskala masif. Pemerintah berusaha untuk melakukan pendekatan terhadap mahasiswa, maka pada tanggal 24 Juli 1977 dibentuklah Tim Dialog Pemerintah yang akan berkampanye di berbagai perguruan tinggi.
Pada periode ini terjadinya pendudukan militer atas kampus-kampus karena mahasiswa dianggap telah melakukan pembangkangan politik, penyebab lain adalah karena gerakan mahasiswa 1978 lebih banyak berkonsentrasi dalam melakukan aksi di wilayah kampus, maka akhirnya mereka diserbu militer dengan cara yang brutal. Hal ini kemudian diikuti oleh dihapuskannya Dewan Mahasiswa dan diterapkannya kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) berdasarkan SK No.0156/U/1978 yang mencoba mengarahkan mahasiswa hanya menuju pada jalur kegiatan akademik, dan menjauhkan dari aktivitas politik, karena dinilai secara nyata dapat membahayakan posisi rezim. Kemudian pemerintah melalui Pangkopkamtib SOEDOMO melakukan pembekuan atas lembaga Dewan Mahasiswa, sebagai gantinya pemerintah membentuk struktur keorganisasian baru yang disebut BKK. Berdasarkan SK menteri P&K No.037/U/1979. Kebijakan ini membahas tentang Bentuk Susunan Lembaga Organisasi Kemahasiswaan di Lingkungan Perguruan Tinggi.
4.      Era Reformasi
Gerakan 1998 menuntut reformasi dan dihapuskannya "KKN" (korupsi, kolusi dan nepotisme) pada 1997-1998, lewat pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa, akhirnya memaksa Presiden Soeharto melepaskan jabatannya. Berbagai tindakan represif yang menewaskan aktivis mahasiswa dilakukan pemerintah untuk meredam gerakan ini di antaranya: Peristiwa Cimanggis, Peristiwa Gejayan, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II , Tragedi Lampung. Gerakan ini terus berlanjut hingga pemilu 1999.
PENTINGNYA REPOSISI GERAKAN MAHASISWA DEWASA INI
Dewasa ini, gerakan mahasiswa terasa redup dan bias. Gerakan mahasiswa seolah tidak memiliki formulasi yang jelas, terasa gamang dan misorientasi akan nilai-nilai gerakan. Demikian ini semakin nampak jelas semenjak runtuhnya rezim orde baru yang ditandai dengan lahirnya era reformasi. Terpilihnya Gusdur yang menjadi salah satu tokoh reformasi sebagai presiden Republik Indonesia keempat, diasumsikan oleh banyak kalangan sebagai konsekuensi logis hilangnya musuh bersama (common enemy). Lebih dari itu, derasnya arus informasi dan globlalisasi menjadi suatu pertanda akan perubahan ideology, paradigma dan sikap mahasiswa.
  Gerakan mahasiswa sering terjebak pada pilihan status dan posisi, apakah pro pemerintah atau justru sebaliknya sebagai oposisi pemerintah yang menjadi kekuatan kontrol atas kebijakan-kebijakan pemerintah. Perdebatan dan perbedaan pandang mengenai status dan posisi inilah, seringkali menuai jalan buntu di dalam memosisikan gerakan mahasiswa yang ideal. Belum lagi, banyaknya kepentingan-kepentingan individu dan kelompok, justru bertabrakan dengan kepentingan besar bangsa dan idealisme gerakan itu sendiri. Terlepas pro dan kontra, kritisisme dan idelisme mahasiswa merupakan kebutuhan pokok (basic need) bagi keberlangsungan gerakan mahasiswa. Idealnya suatu gerakan tidak terkotak-kotak dalam pilihan posisinya, tetapi gerakan mahasiswa harus mampu mensinergikan dan menkonsolidasikan kedua posisi sekaligus, serta mampu memerankan keduanya dengan sebaik-baiknya.
Sudah selayaknya gerakan mahasiswa dewasa ini berkonsentrasi pada penuntasan agenda reformasi 1998 yang kian hari makin sayup terdengar. Sudah saatnya gerakan mahasiswa dibangunkan kembali dari tidur lelapnya, untuk menyuarakan lantang anti Korupsi Kolusi dan Nepotisme, menggelorakan kembali pengusutan kejahatan kemanusian, dan meneriakkan kembali Nasionalisasi Asset Negara untuk kesejahteraan rakyat. Hidup Mahasiswa…!
“Bukan mahasiswa sejati bagi yang hanya berpikir dan berbuat untuk kepentingan diri sendiri” 
“Wamma ma yanfa’u al naas fayamkutsu fi al ardh”
Artinya “Hanya orang yang bermanfaat bagi orang lain, yang mampu bertahan (eksis) di muka bumi ini” (Q.S. Ar Ra’d : 17)

sponsor

"//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js">