Pembelajaran Orang Dewasa
Secara umum proses pelatihan-petatihan dalam Sistem
Kaderisasi PMII dilaksanakan dengan menggunakan sistem pembelajaran yang aktif,
reflektif, dan partisipatif atau partisipatoris dengan pendekatan orang dewasa (andragogy),
bukan pendekatan pendidikan untuk anak (pedagogy).
Keputusan ini diambil mengingat bahwa kelompok sasaran
Training adalah orang dewasa (bukan
anak-anak) sehingga menghendaki adanya persyaratan tertentu dalam belajar yang
berbeda dengan gaya sekolahan.
Tujuan Pendidikan Pedagogy
Dalam
pedagogy tujuan pendidikan adalah membentuk atau
mempersiapkan seseorang untuk "masa yang akan datang". Sedangkan
pelatihan yang dilakukan oleh Training adalah mempersiapkan orang untuk
menghadapi
dan memecahkan masalah yang ada pada saat sekarang.
Karakteristik Andragogy & Pedagogy
Ada beberapa karakteristik yang berbeda antara andragogy dan
pedagogy. Perbedaan paling penting
adalah bahwa orang dewasa bersifat lebih sukarela (voluntary) dan bebas (independent). Kita tidak dapat memaksakan sesuatu yang
mereka tidak suka atau yang tidak relevan.
Hal penting lainnya adalah bahwa pendidikan orang dewasa
adalah proses belajar seumur hidup.
Sebaliknya, dalam pendekatan pedagogy, seseorang melihat pendidikan
sebagai terminal, dan orang dewasa yang kembali ke sekolah adalah untuk
mengajar sesuatu yang tidak dia dapatkan sewaktu dia di sekolah. Berbagai pemikiran modern mengakui bahwa
belajar itu tidak ada akhirnya.
Proses belajar seringkali dimulai setelah kita selesai
sekolah. Padahal, seseorang boleh saja
selesai atau putus sekolah, tetapi sesungguhnya dalam menempuh hidup ini orang
itu akan selalu terus (dan tidak berhenti untuk) belajar.
Ciri Pembelajaran Andragogy & Pedagogy
Pendekatan Andragogy dalam Pelatihan
Pilihan atas pendekatan andragogy dalam pelatihan juga
didasarkan pada kenyataan bahwa setiap peserta atau warga belajar yang akan
mengikuti pelatihan tidak datang dengan kepala kosong, tetapi telah mempunyai
pengalaman.
Apalagi kalau kita berbicara tentang politik dan partai
politik, maka peserta sudah cukup tahu mengenai hal itu. Dalam pelatihan Training , pengalaman
seseorang adalah unik dan dihargai sebagai suatu masukan yang berarti.
Peserta sama sekali tidak dianggap sebagai "gelas
kosong" yang harus diisi. Justru
sebaliknya, ibarat membuat secangkir kopi, para peseria dianggap telah memiliki
air, gula dan kopinya; dan tugas fasililator adalah sebagai sendok untuk meramu
serta mengaduk agar.jadi adonan kopi yang enak.
Dengan belajar dari pengalaman dan menganalisisnya, warga
belajar dapat membuat suatu generalisasi.
Kemudian menerapkannya dikehidupan nyata. Dari sini ia akan memperoleh lagi pengalaman
baru. Apabila pengalaman baru ini
dibagikan kembali dalam suatu pelatihan berikutnya, analisis, dan
digeneralisasikan, maka akan didapatkanlah lagi pengalaman baru.
Begitu seterusnya, sehingga sering dikatakan orang bahwa
sistem pendidikan ini adalah sistem pendidikan terns menerus (longlife
process). Dengan gagasan awal bahwa
pendidikan politik harus kearah "action", maka pilihan atas
pendekatan ini semakin ditemukan relevansinya.
Prinsip Utama Dari Pendidikan Orang Dewasa
Jadi, prinsip utama dari pendidikan orang dewasa adalah
selalu menekankan pencapaian perkembangan individual dan peningkatan
partisipasi sosial dari pada individu.
Pendidikan orang dewasa meliputi segala bentuk pengalaman
belajar yang dibutuhkan oleh orang dewasa, pria maupun wanita, sesuai dengan
bidang perhatiannya dan kemampuannya.
Dalam proses pendidikan semacam ini, peserta adalah orang
dewasa yang telah mempunyai seperangkat pengalanian hidup, potensi dan
sekaligus kelemahan yang secara total menjadi sumber kegiatan pendidikan.
Pelatihan Partisipatif dengan Pendekatan Andragogy
Di samping itu
ada beberapa alasan lain kenapa Training
ini memilih menggunakan pelatihan partisipatif dengan pendekatan
andragogy, yaitu:
Orang dewasa akan belajar dengan lebih baik apabila
sekaligus langsung mempraktekkannya.
Karena dalam banyak kasus mereka tidak memiliki banyak waktu untuk
membuka kembali catatan suatu pelatihan bila telah masuk kembali kedunia
pekerjaan sehari-harinya Khong Hu Chu mengatakan: saya mendengar, saya
lupa. Saya melihat, saya ingat. Saya kerjakan, saya mengerti.
Orang dewasa lebih menyukai pelajaran yang sesuai dengan apa
yang diinginkannya. Oleh karena itu
warga belajar bertanggung jawab untuk saling bertukar pengalaman di bidang
lingkungan hidup yang disukainya tersebut.
Tentunya Training ini akan pula
menyodorkan gagasan-gagasannya sebagai suatu bahan yang bisa didiskusikan
bersama.
Orang dewasa lebih menyukai pelajaran yang sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan yang dihadapinya.
Buat apa suatu materi yang banyak serta canggih kalau tidak mampu
melaksanakannya dan mewujudkannya dalam tugas nyata.
Tujuan Pelatihan
Secara lebih spesifik, dipilihnya pendekatan belajar orang
dewasa dalam Training ini dikandung
maksud agar peserta mampu: memahami situasi sosial politik yang seringkali
penuh konflik, berani bersikap tegas memberikan kritik konstruktif terhadap
kondisi masyarakat di sekitarnya; dan sanggup memperjuangkan kepentingan
Organisasi.
Memperhatikan dan mengupayakan peranan insani dari setiap
individu sebagai warga negara (melaksanakan realisasi atau aktualisasi diri
dari dimensi sosiainya).
Mengembangkan potensi, bakat dan kemampuan kognitif,
afektif, dan psikomotorik, sehingga dapat berperan aktif dalam proses pofitik
demi tercapainya cita-cita dan tujuan perjuangan Orgam'sasi.
Tujuan & Hasil Pelatihan
Dengan lain perkataan, model pembelajaran dalam
Training harus merupakan suatu proses
yang bersifat mencerdaskan sekaligus membebaskan pesertanya untuk menjadi
pelaku (subyek) utama, bukan sasaran perlakuan (obyek) dari suatu proses tersebut.
Materi-materi yang dipelajari dalam berbagai proses pembelajaran
training, bukan sekadar teori, pendapat, kesimpulan, wejangan dan/atau nasihat
dari seseorang, tetapi keadaan nyata masyarakat atau pengalaman seseorang atau
sekelompok orang yang terlibat dalam keadaan nyata tersebut.
Sehingga, tidak ada otoritas pengetahuan seseorang lebih
tinggi dari yang lainnya. Keabsahan
pengetahuan seseorang ditentukan oleh pembuktiannya dalam realitas tindakan
atau pengalaman langsung, bukan pada retorika teoritik atau "kepintaran
omongnya".
Dalam berbagai proses pembelajaran Training,
sedapat-dapatnya tidak ada pendekatan ceramah yang bersifat "menggurui” karena pada dasarnya memang tidak
ada "guru " dan "murid yang digurui ". Yang ada hanyalah
peserta dan fasifitator.
Bila digunakan istilah "guru" dan
"murid", maka semua orang yang terlibat dalam proses pelatihan ini
adalah "guru sekaligus murid" pada saat yang bersamaan. Oleh karena tidak ada lagi batasan guru atau
murid, maka proses yang berlangsung bukan lagi proses
"mengajar-belajar" yang bersifat satu arah, tetapi proses
"komunikasi-dialogis" dalam berbagai bentuk kegiatan (diskusi
kelompok, bermain peran, dst) dengan media (peraga, grafika, audio visual, dan
sebagainya) yang lebih memungkinkan terjadinya dialog kritis, reflektif dati
partisipatif antar semua orang yang tertibat dalam proses pelatihan ini.
Hasil pembelajaran orang dewasa yang paling utama adalah
perubahan sikap dan perilakunya ke arah yang lebih baru, dengan pengetahuan
baru dan keterampilan bar-u, mengingat kelompok individu ini sudah memilikiki
sikap tertentu, pengetahuan tertentu dan juga keterampilan tertentu. Secara psikologis orang dewasa dalam situasi
belajar mempunyai sikap tertentu.
Makna Belajar
oleh karena itu, maka beberapa hal berikut kiranya perlu
menjadi perhatian penting:
Belajar adalah suatu pengalaman yang diinginkan oleh orang
dewasa itu sendiri. Maka orang dewasa
tidak diajar.Orang dewasa dimotivasikan untuk mencari pengetahuan yang lebih
mutakhir, keterampilan baru dan sikap lain.
Orang dewasa belajar kalau ditemukannya arti pribadi bagi
dirinya dan melihat sesuatu mempunyai hubungan dengan kebutuhannya.
Belajar bagi orang dewasa kadang-kadang merupakan proses
yang menyakitkan. Sebab belajar adalah
perubahan perilaku, sedang perubahan seringkali berarti meninggalkan kebiasaan,
norma dan cara berpikir lama yang sudah melekat.
Belajar bagi orang dewasa adalah hasil dari mengalami
sesuatu. Sedikit sekali hasil diperoleh
apabila orang tua diceramahi, dikhotbahi, digurui untuk melakukan hal tertentu
atau bersikap secara tertentu. la harus mengalaminya untuk dapat dan mau terus
melakukannya. Orang tak bisa disuruh
bertanggung jawab tanpa diberikan tanggung jawab untuk dialaminya.
Bagi orang dewasa, belajar adalah khas dan bersifat
individual. Setiap orang punya cara dan
kecepatan sendiri untuk belajar dan memecahkan masalah. Dengan kesempatan mengamati cara-cara yang
dipakai orang lain, ia dapat memperbaiki dan menyempurnakan caranya sendiri
agar menjadi lebih efektif.
Sumber terkaya untuk bahan belajar terdapat di dalam diri
orang dewasa itu sendiri. Setumpukan
pengalaman masa lampau telah tersimpan di dalam dirinya, perlu digali dan
ditata kembali dengan cara yang lebih berarti.
Belajar adalah suatu proses emosional dan intelektual
sekaligus. Manusia mempunyai perasaan
dan pikiran. Hasil belajar maksimal
dicapai apabila orang dapat memperluas perasaan maupun pikirannya.
Belajar adalah hasil kerja sama antar manusia. Dua atau lebih banyak manusia yang saling
memberi dan menerima akan belajar banyak, karena terjadi proses pertukaran
pengalaman dan pengetahuan serta saling mengungkapkan reaksi dan tanggapannya
mengenai suatu masalah.
Belajar adalah suatu proses evolusi. Kemampuan orang dewasa untuk mengerti, menerima,
mempercayai, menilai, mendukung, memerlukan suatu proses yang berkembang secara
perlahan. Tidak dapat dipaksakan
sekaligus. Perubahan perilaku tidak dapat terjadi dalam seketika,
melainkan terjadi perlahan-lahan melalui percobaan-percobaan.
Faktor-faktor Fisiologis
Di samping beberapa faktor psikologis di atas, ada juga
faktor-faktor fisiologis yang harus dipertimbangkan dalam proses belajar orang
dewasa seperti kemampuan penglihatan, pendengaran, persepsi indera, dan
lain-lain.
Pada orang dewasa aspek aspek fisiologis tersebut memberi
pengaruh terhadap pilihan metode pembelajaran, penggunaan media dan alat bantu,
serta penyiapan segala kebutuhan proses pendidikan dan belajar mengajar.
Metode Partisipatif (Partisipatoris)
Jadi jelas, bahwa metode partisipatif (partisipatoris) dan
pendekatan belajar orang dewasa merupakan pilihan yang sangat beralasan
sekaligus komponen penting dari pelatihan dalam Training , karena pendekatan
ini sangat bermanfaat bagi upaya pengembangan kapasitas orang atau pemberdayaan
masyarakat. Karena itulah, maka dalam
pelaksanaannya, sebaiknya selalu mempertimbangkan hal-hal berikut:
Pelatihan sebaiknya interaktif, agar peserta dapat
menganalisis persoalan secara rinci dan melaporkan hasilnya kembali pada waktu
yang ditentukan;
Penentuan waktu yang signifikan sebaiknya memberikan
pengalaman di antara kelompok, guna
mengembangkan kepercayaan diri dalam menganalisis dan menemukan solusi suatu
masalah/kasus dengan memberi dasar argumen yang luas untuk kecakapan dan
tumbuhnya kesadaran kritis mereka;
Pelatihan sebaiknya didasarkan pada dan tidak melupakan
problem lokal yang praktis. Institusi
tokal perlu diusahakan untuk terlibat dalam pengembangan program latihan serta
diberi kesempatan untuk pengembangan program mereka sendiri, dan sebagainya;
Pelatihan sebaiknya menitik-beratkan pada penyelesaian
masalah dan diharapkan dapat melahirkan rumusan (altematif solusinya) yang bisa
ditindak-lajuti guna pengembangan program.
Analisis atas kemampuan, keleniahan, peluang dan tantangan serta
perencanaan, taksiran dan indikator hasil sebaiknya dikonsolidasikan secara
rinci melalui contoh nyata di masyarakat.
Mendorong agar peserta mampu mempresentasikan gambaran
situasi atau masalah sosial di thigkat lokal beserta rumusan altematif solusi
yang bisa ditindak-lajuti.
Suasana Belajar
Dalam
proses belajar dengan pendekatan pendidikan orang dewasa, penciptaan suasana
belajar merupakan hal terpenting yang akan menentukan tingkat keberhasilan
proses belajar. Tanpa suasana belajar
yang nyaman dan bebas, subt diperoleh hasfl belajar yang maksimal. Gambaran situasi belajar yang baik dalam
proses belajar orang dewasa adalah sebagai berikut:
Kumpulan manusia aktif, artinya bahwa situasi belajar harus
memberi ruang bagi terciptanya dinaniika proses dan kreatifitas peserta untuk
berpartisipasi atau berperan serta secara aktif di dalam seluruh proses
belajar.
Suasana hormat mengonmti, artinya bahwa setiap peserta
belajar harus menjunjung tinggi rasa saling menghomiati satu sama lain, dengan
tetap menjaga adanya pluralitas pandangan maupun perbedaan pendapat.
Suasana harga-menghargai, artinya bahwa karena belajar orang
dewasa bersifat subyektif dan unik, maka setiap pendapat, perasaan, pikiran dan
lain-lain , baik itu benar atau salah, menarik atau tidak menarik, tetap harus
dihargai, agar tidak mematikan gairah belajar.
Suasana percaya, artinya bahwa di antara peserta belajar
dengan orang yang membimbingnya (misalnya fasilitator) harus ada saling kepercayaan. Tentu saja masing-masing pihak juga harus
percaya pada dirinya sendiri.
Suasana penemuan diri, artinya peserta belajar --dengan
binibingan fasflitator-harus memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk
menemukan jati diri dan kebutuhannya, memecahkan masalalinya, dst. Dari ketiga proses itu orang dewasa dapat
menemukan diri; segala kekuatan dan kelemahannya.
Suasana tak mengancam, artinya, karena orang punya sistem
nilai, pendirian dan pendapat yang berbeda, maka harus tercipta suasana belajar
dimana orang tidak takut tintuk berbeda dengan yang lain dan boich melakukan
kesalahan.
Suasana keterbukaan, artinya bahwa seluruh anggota kelompok
belajar, ten-nasuk fasflitator, harus sai-na-sama memiki sikap terbuka untuk
mengungkapkan diri dan mendengarkan orang lain.
Suasana mengakui kekhasan pribadi, artinya bahwa setiap
orang punya kekhasan sendiri-sendiri mctiyatigkut kecerdasan, perasaan,
kepercayaan dan lain-lain. Oleh karena
itu kekhasan itu maka proses belajar harus memungkinkan setiap orang untuk
tidak barns sama dengan pribadi lain.
Suasana membenarkan perbedaan, artinya bahwa perbedaan harus
dipandang sebagai bukan hal yang merusak melainkan bermanfaat bagi proses dan
hash belajar. Tidak ada kebenaran
tunggal dalam proses belajar orang dewasa.
Menciptakan Suasana Belajar
Suasana mengakui hak untuk berbuat salah, artinya kekeliruan
atau kesalahan merupakan hal yang wajar dari proses belajar yang mencoba-coba
pengetahuan baru, sikap baru, perilaku baru maupun keterampilan baru.
Suasana membolehkan keraguan, artinya bahwa dalam proses
belajar orang dewasa sikap ragu-ragu harus diberi tempat, ditolerir dan
bukannya dibunuh dengan pemaksaan-pemaksaan.
Pemaksaan untuk menerima suatu pandangan sebagai yang paling
tepat justru akan menghambat proses belajar.
Evaluasi bersama dan evaluasi diri, artinya bahwa pada
akhimya anggota kelompok belajar ingin tahu apa arti dirinya dalam kelompok
belajar. Orang ingin mengetahui kekuatan
dan kelemahan dirinya.
Oleh karena itu evaluasi bersama oleh seluruh anggota
kelompok dirasakan sangat berharga untuk bahan renungan, agar masing-masing
lebih mengenal dirinya dan orang lain.
Daur Belajar Orang Dewasa
Agar selalu berada pada asas-asas pendidikan kritis yang
menjadi filosofinya, maka kerangka pelaksanaan proses pembelajaran dalam
Training ini sengaja disusun dalam suatu
proses yang dikenal sebagal "daur belajar (dari) pengalaman yang
distrukturkan" (structured experiences learning cycle).
Proses belajar ini telah teruji sebagai suatu proses belajar
yang juga memenuhi semua tuntutan atau prasyarat pendidikan kritis, terutama
karena urutan prosesnya memang memungkinkan bagi setiap orang untuk mencapai
pemahaman dan kesadaran atas suatu realitas sosial dengan cara terlibat
(partisipatoris), baik secara langsung maupun tidak langsung, sebagal bagian
dari realitas tersebut.
Daur Belajar
Dengan
pengalaman keterlibatan semacam itu, pada gilirannya memungkinkan setiap orang
warga belajar dalam pelatihan akan mampu melakukan:
Rangkai-ulang (rekonstruksi); yakni menguraikan kembah
rincian (fakta, unsur-unsur, urutan kejadian, dan lain-lain) dari realitas
tersebut.
Kaji-urai (analisis); yakni mengkaji sebab-sebab dan
kemajemukan kaitan-kaitan permasalahan yang ada dalam realitas tersebut.
Kesimpulan (konklusi); yakni merumuskan makna atau hakekat
dari realitas sebagai suatu pelajaran dan pemahaman atau pengertian baru yang
lebih utuh.
Tindakan; yakni memutuskan dan melaksanakan
tindakan-tindakan baru yang lebih baik berdasarkan hasil pemahaman atau
pengertian baru atas realitas tersebut, sehingga sangat memungkinkan pula untuk
menciptakan realitas-realitas baru yang juga lebih baik.
Kerangka Dasar Pendidikan Kritis
Kerangka dasar tersebut harus dijabarkan dalam rumusan atau
uraian langkah langkah seluruh proses pelatihan.
Tanpa pemahaman mendalam dan menyeluruh terhadap kerangka
proses ini beserta asas yang mendasarinya, maka sulit bagi siapapun untuk
menggunakan isi buku panduan ini secara efektif, mencerdaskan dan
membebaskan.
Maka, siapapun yang mendapat tugas sebagai fasifitator
ataupun perancang dan panitia pelatihan, hendaknya selalu meningkatkan wawasan
dan kecakapan mereka dalam menjalankan proses kaderisasi partai secara tepat,
terukur, efektif, efisien, dan berkelanjutan sehingga asas-asas pendidikan
kritis yang mendasarinya tidak sekedar menjadi
jargon serba-kata (verbalivtic) belaka.
Metode Pembelajaran
Dalam pelaksanaan setiap sesi pelatihan selalu terdiri dari
dua bagian utama, yaitu: 1).issues, informasi atau materi yang akan
didiskusikan oleh peserta bersama fasilitator (isilcontent), dan 2).perihal
bagaimana kita menyampaikannya (proses).
Oleh karena menekankan pada proses dan otonomi individual,
model kaderisasi ini dijalankan dengan sebanyak-banyaknya memberikan ruang dan
kesempatan kepada partisipan untuk berekspresi dan mencurahkan pendapat.
Sehingga, metode pembelajaran dan teknis pendekatan dalam
pengelolaan forum yang dikembangkan dalam Training juga harus memenuhi sejumlah unsur dan metode
tertentu guna penciptaan suasana di ruang pelatihan yang dinamis, hidup dan
tidak menjemukan.
Peran Fasilitator
Pelatihan metode ini penting, sebab terdapat hubungan yang
signifikans antara metode yang dipilih/digunakan dengan suasana kelas atau
ruang pembelajaran yang tercipta.
Ketepatan dalam memilih metode serta kemampuan dalam menentukan/
memadukan secara seimbang antara proses dan isi pelatihan, akan sangat
berpengaruh bagi tingkat pencapaian target pelatihan.
Meskipun fasilitator mengetahui isi materinya dengan baik,
namun apabila pilihan metode pembelajaran kurang tepat alau pilihan metodenya
tepat tetapi cara menyampaikannya kurang baik, maka peserta akan sulit
berpartisipasi secara penuh atau tidak peduli, sehingga target pelatihan tidak
dapat terpenuhi sebagamana yang diinginkan.
Sebaliknya, jika seseorang mungkin kurang mengetahui isi
materinya dengan baik, namun apabila tepat dalam memilih/menggunakan metode
pembelajaran serta cara menyampaikannya bagus, maka peserta akan berpartisipasi
secara penuh, sehingga target pelatihan dapat terpenuhi sebagaimana yang
diinginkan. Pemilihan sebuah metode menuntut keahlian si pelaksananya.
Bagi mereka yang telah sering melakukan pelatihan, maka dia
akan tahu metode mana yang paling cocok dan paling efektif bekerjanya. Begitu seseorang telah menetapkan sebuah
metode, hendaklah dia melaksanakannya dengan rileks, nyaman dan
sungguh-sungguh.
Seorang fasilitator hendaklah tidak terlalu kaku ataupun
terlalu banyak mencobakan berbagai teknik, karena dengan cara yang sederhana
saja hasilnya bisa sangat baik bila kita serius menanganinya. Oleh karenanya, pada saat akan menetapkan
sebuah metode, apabila metode tersebut telah diperkirakan akan menyebabkan
kesulitan, maka hendaklah mencari metode lain.
Janganlah merasa terpaksa atau tidak nyaman dalam menggunakan metode
yang telah anda pilih. Andalah yang tahu
keterbatasan Anda terhadap metode yang dipilih.
Pilihlah yang paling Anda kuasai dan yang paling sederhana teknik
penyampaiannya.
Teknik Pengelolaan Forum
Untuk membantu mempermudah memilih metode apa yang akan
digunakan sesuai dengan tujuan pembelajarannya, maka simaklah diagram tentang
beberapa metode
Belajar teknik pengelolaan forum pembelajaran dan kaitannya
dengan suasana belajar dan ruang kelas yang akan tercipta.
Penjelasan Metode Belajar
1. Issu Kunci
(Lecture and Lecturette)
Sifatnya
monolog dan menyangkut isu-isu dasar.
Metode ini dipilih sewaktu waktu terbatas dan banyak informasi dasar
yang perlu disampaikan. Walaupun
sifatnya sangat monolog, tetapi dengan mengembangkan isu kunci dan langsung
tanya jawab, kita bisa mengharapkan hasil yang baik.
2. Diskusi
Terpadu
Metode
ini sangat sederhana dan aktif Dengan cara ini kita bisa lebih mudah untuk
mengarahkan mengharapkan diskusi peserta kepada apa yang kita inginkan. Diskusi Terpadu bisa dimulai dengan Lecturette
untuk melontarkan isu, kemudian ditunggu reaksinya melalui diskusi semacam
ini. Peran dan tugas dari fasilitator
adalah untuk memandu, bukan: memimpin, mendominasi, mengarahkan, atau
membiarkan mereka jauh dari topik.
3. Diskusi Kelompok
Diskusi
Kelompok adalah metode yang sangat umum digunakan atau biasanya paling disukai
dan dikuasai oleh fasilitator, dan dapat dikombinasikan dengan metode lain
dalam satu sesi. Diskusi kelompok ini
biasanya bermanfaat atau dapat digunakan untuk:
- Mengumpulkan permasalahan umum terhadap isu tertentu.
- Mengumpulkan pendapat yang berbeda atas permasalahan yang berbeda.
- Menekankan kesamaan dari sesuatu yang tampaknya berbeda yang dilontarkan oleh kelompok yang berbeda.
- Menekankan perbedaan dari sesuatu yang tampaknya sama.
- Mengerjakan hal yang berbeda pada saat bersamaan, dimana setiap kelompok mengerjakan hal yang berlainan.
- Menyelesaikan suatu tugas tertentu, di mana setiap orang tahu apa tugasnya.
Dalam pelaksanannya, diskusi kelompok kecil (Buzz Groups) biasanya:
1).melibatkan pembagian peserta ke dalam bentuk kelompok-kelompok kecil
sebanyak 3-5 orang untuk kemudian melakukan diskusi atau aktivitas lain,
2).peserta merasa lebih mudah berkomunikasi dan membagi pengalaman mereka untuk
kemudian mencoba menghubungkannya dengan kehidupan nyata mereka, 3).peserta
yang kurang percaya diri (PD) dapat berpartisipasi lebih banyak sekaligus dalam
rangka menumbuhkan kepercayaan diri mereka untuk mampu berbicara di muka umum,
dan 4).memungkinkan antar peserta untuk saling membangun kepercayaan dan
solidaritas satu sama lain. 5).juru-bicara dari kelompok kecil tadi diminta
untuk melaporkan/mempresentasikan hasil diskusi mereka dalam kelompok yang
lebih besar (pleno). Diskusi dalam
kelompok besar sangat berguna untuk belajar dari pengalaman masing-masing
anggota kelompok dan setiap peserta dibebaskan untuk menyimpulkan hasil
diskusi. Fasilitator dalam hal ini
bertugas menghidupkan dan menjaga irama diskusi.
Diskusi kelompok paling baik kalau dilaksanakan setelah
rehat kopi pagi, dimana mereka masih belum bangun benar dari lelahnya pagi,
atau beberapa saat setelah makan siang dan rehat kopi siang, dimana peserta
mulai mengantuk. Cara semacam itu
membantu menghilangkan kesan monoton sekaligus cara yang baik pula untuk
memulai diskusi dengan kelompok besar.
Walaupun metode ini paling popular dan berhasil guna baik, tetapi
sebaiknya tidak terlalu sering menggunakannya.
Peserta akan merasa bosan dan mulai ragu apakah akan benar-benar
memperoleh manfaat dari ide orang lain. di samping ini bisa saja akan tumbuh
kesan bahwa pelatihan ini hanya memanfaatkan ide peserta dan boleh dikatakan semuanya dilakuka oleh
peserta.
4. Mencairkan
situasi (Ice Breaker)
Ini adalah suatu permainan untuk membuat peserta
"bergerak" atau untuk menghangatkan suasana. teknik ini dirancang untuk permulaan
pelatihan, atau setiap hari selama pelatihan untuk menciptakan suasana santai,
saling mengenal satu sama lain, dan menumbuhkan kepercayaan diri untuk mampu
berbicara di depan kelompok. Sedapat
mungkin acara ini diikuti oleh semua peserta secara aktif.
Metode yang digunakan dalam rangka ice-breakers ini harus
dipilih yang paling sesuai dengan kondisi kelompok, misalnya sejauh niana para
peserta telah saling mengenal, latar belakang budaya masing-masing, jenis
kelamin, dan lain-lain. Kalau sesinya
pendek, sebaiknya tidak menggunakan Ice Breaker terlalu lania. Saat penggunaan Ice Breaker sangat tergantung
kepada suasana peserta. Apakah mereka
telah saling kenal mengenal? atau apakah mereka pemah bekerjasama
sebelumnya? Denga Ice Breaker hal ini
akan terasa pas untuk diatasi. Semakin
sederhana suatu Ice Breaker semakin baik hasilnya.
Walaupun tampaknya sederhana, tetapi pelaksanaan Ice Breaker
sesungguhnya menuntut suatu keahlian tersendiri. Untuk itu, pelaksanaan ise breaker perlu
persiapan sebelumnya. Untuk menunjang
optimalnya penampflan, sebaiknya fasilitator yang akan melakukan ice-breaker
menginformasikan rencana teknisnya kepada panitia atau co-fasilitator sehingga
terjalin kerja-sama yang baik.
5. Curah
Gagasan (Brainstorming)
Adalah cara memunculkan gagasan secara bebas (tanpa sensor),
kemudian memulai diskusi berdasarkan gagasan tersebut. Acara ini bermanfaat untuk mengumpulkan
gagasan sebanyak mungkin dari para partisipan berkenaan dengan satu masalah
yang diajukan, kemudian mereka menanggapi, mengomentari atau mengusulkan
sesuatu yang berhubungan dengan masalah itu.
Ini adalah tempat untuk menampung ide-ide kreatif peserta terhadap suatu
permasalahan yang dilontarkan. Biarkan
pendapat muncul, tidak perlu dievaluasi, tidak ada kritik, dan tidak ada
komentar pujian atas penyataan yang dianggap baik dan kemudian barulah kita
membahasnya.
Di antara langkah-langkah melakukan curah gagasan adalah
sebagai berikut:
Fasilitator melontarkan pertanyaan penggerak kepada
peserta. Semua masukan itu ditulis di
alas kertas atau whiteboard, sebaiknya tidak dikomentari atau ditanyai dulu.
Fasilitator menampung (tanpa mengevaluasi, kritik, pujian)
pendapat peserta. Pesetia sebaiknya tidak saling mengomentari pendapatnya
dulu. Setiap orang harus merasa bahwa
pendapatnya tidak dinilai alau dihakimi oleh orang lain.
Fasilitator melakukan klarfikasi atas pendapat yang tidak
jelas;
Daftar gagasan yang telah ditulis tadi dibahas bersama,
diklasifikasikan, diurutkan berdasarkan skala prioritas, dan lain-lain. Cara semacam itu, dapat pula digunakan untuk
mencari suatu solusi atas persoalan terteniu.
6. Studi
kasus (Case Study)
Studi kasus sangat bermanfaat untuk mengambil keputusan dan
pemecahan masalah, termasuk untuk membuat deskripsi tentang bagaimana suatu
masalah yang pernah muncul di masa lalu dihadapi dan ditanggapi peserta. Hal itu bisa berupa suatu sejarah atau
hipotesis, tetapi harus berhubungan dengan pengalaman aktual dari partisipan,
dan sebaiknya berdasarkan kasus yang benar-benar nyata, atau bisa juga situasi
yang direka berdasarkan isu nyata.
Fasifitator menghadapkan suatu masalah kepada peserta dalam bentuk tulisan,
baik fiktif ataupun nyata, untuk dipecahkan oleh peserta. Fasilitator dapat meminta tolong seseorang
dari unsur panitia sebagai "co-fasilitator" untuk memandu setiap
kelompok dalam berdiskusi.
Metode studi kasus ini juga dapat digunakan untuk melihat
proses yang terjadi di dalamnya dan juga dapat untuk melihat substansi suatu
situasi khusus yang dihadapi peserta.
Metode ini perlu menyediakan media/sarana yang diperlukan oleh peserta
untuk menguji alat-alat analisa yang telah mereka pelajari, guna menumbuhkan
sikap kritis peserta. Studi kasus
mungkin bisa lama penjabaranya, tetapi akan lebih baik jika bisa lebih
singkat. Karenanya, studi kasus harus
dirancang dengan cermat agar konsep yang digunakan sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai.
7. Bermain Peran (Role Playing)
Sebenamya role-playing ini i sama dengan studi kasus, tetapi
dengan memerankannya secara langsung, misalnya dengan memainkan suatu peran
yang menggambarkan kejadian sehari-hari.
Jadi, partisipan menjadi "bagian dari aksi” dengan berpura-pura
memainkan satu peran khusus, misalnya menjadi seorang polisi atau seorang
korban pelanggaran HAM, tetapi berbeda dengan drama, peran tersebut tidak
dimainkan dulu sebelumnya.
Setiap orang dalam permainan peran ini harus benar-benar
mengerti akan peran yang ia mainkan dan tujuan dari permainan tersebut, yakni
untuk membentuk sikap serta menggambarkan pengalaman-pengalaman hidup dengan
cara yang dramatis dan menyenangkan sehingga orang kemudian dapat belajar dari
pengalaman.Media ini akan menarik bagi mereka yang berani tampil. Jadi, fasifitator perlu memanfaatkan peserta
(yang berani) untuk mendinamisir atau sebagai penggerak role-playing. permainan
peran dapat dijadikan sebagai sarana untuk mengetahui perasaan orang terhadap
situasi tertentu.
Permainan ini juga dapat digunakan untuk meningkatkan
pengetahuan, misalnya tentang isu gender.
Peran-peran yang dimainkan dapat juga berupa peran-peran hasil rekayasa
sendiri. Dalam pelatihan berbasis
gender, misalnya, permainan peran ini dapat menjadi cara yang paling efektif
misalnya untuk membuat seorang pria merasakan bagaimana seandainya ia menjadi
wanita, dengan segala keterbatasan dan kelemahaniiya. Di sini perspektif seseorang tentang gender
-rnisalnya akan tampak dari cara dia memainkan peran. Permainan peran merupakan cara yang cukup
fair dan terbuka. Permainan ini
sebaiknya dijalankan ketika di antara anggota kelompok telah terjalin rasa
saling percaya. Di akhir permainan,
fasifitator memberikan waktu bagi peserta untuk mengemukakan apa yang mereka
rasakan ketika memainkan peran tadi dan kemudian menyimpulkan pelajaran yang
dapat diambil dari permainan tadi.
Studi Literatur,yakni membaca di luar pertemuan kelas yang
dimaksudkan untuk menambah dan memperluas materi-materi yang belum dikuasai;
Kuesioner, adalah metode yang biasanya digunakan untuk
mengetes/menguji tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku peserta.
Tugas Penulisan, adalah penugasan melalui penulisan/ review
makalah, resensi/ resume buku/media Massa dan lain-lain, mengenai tematik
tertentu; untuk memperkaya wawasan (enrichment) dan melatih reproduksi
pemikiran;
Pemetaan Konflik (conflic
mapping exercise), yaitu pembuatan peta tentang beberapa kelompok strategis di
masyarakat dengan seluruh sumberdaya yang dimiliki dan legitimasi yang
dipunyai;
Metode Analisis Kebutuhan; yakni menganalisis kebutuhan
berdasarkan, misalnya teori "hierarki kebutuhan" Maslow, dengan
harapan peserta mampu mengidentifikasi serta merumuskan: 1).kelemahan,
kekuatan, peluang dan tantangan daerah; 2).asipirasi, kebutuhan dan kepentingan
masyarakat di daerah- 3)jenis serta susunan prioritas atau peringkat kebutuhan
guna menyusun perencanaan sesuai dengan
identifikasi kebutuhan dari target komunitas.
Debat; adalah uji argumen untuk membantu mengklarifikasikan
isu-isu kontroversial dan membiarkan berbagal perspektif yang dimunculkan. Partisipan mengambil posisi yang berbeda satu
sama lain, bersikap sebagai oposisi atas suatu masalah dan mengajukan
argumentasi yang berbeda dengan yang lain.
Diskusi terbuka; adalah diskusi di mana partisipan
memperoleh kesempatan untuk berbicara tanpa intrupsi, pada saat yang sama
fasilitator berkeliling untuk memastikan setiap partisipan mengeluarkan
pendapatnya.
Membaca Pesan Terselubung (codes); adalah suatu metode yang
melibatkan situasi tertentu tetapi lebih, terbatas bila dibandingkan dengan role-playing.
topik yang dimainkan tidak secara ekplisit dikemukakan, akan tetapi terletak di
dalam suatu obyek misalnya gambar, cerita sejarah atau drama singkat. Obyek-obyek itu kemudian digunakan sebagai
bahan diskusi. Suatu penafsiran
rangkaian gambar (pictorial interpretation) biasanya menyajikan gambar untuk
ditafsirkan oleh peserta dan kemudian diidentifikasi berbagai persoalan di
dalamnya dan cara menyelesaikan atau memetakan persoalan itu
Statement Ranking; adalah metode dimana fasilitator
mengemukakan pernyataan-pemyataan yang berhubungan dengan topik diurutkan. Selain dilakukan oleh fasilitator, para
peserta juga diminta untuk membuat suatu urutan berdasarkan pendapat mereka
tentang pernyataan yang masuk, setuju atau tidak setuju.
Pernyataan Bebas (Sentence Completion), adalah metode yang
membebaskan peserta untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya, kemudian
mendiskusikan hal itu dengan orang lain.
Metode ini lebih bebas dibanding statement ranking karena setiap orang
bebas mengeluarkan gagasannya sedangkan dalam statement ranking mereka hanya
memilih yang sudah ada.
Thinkfast, adalah metode yang berguna untuk memantau dan
menumbuhkan animo atau semangat peserta.
Dalam teknik ini peserta diberi kesempatan untuk mengatakan sesuatu atau
menjawab pertanyaan dengan cepat. Jika
ada peserta yang tidak benar-benar mengungkapkan apa yang dia tahu secara
terbuka, fasilitator dapat menggunakan kartu atau kertas dan meminta peserta
untuk menuliskan pendapat atau pertanyaan mereka di kertas tersebut. Kertas itu kemudian dikumpulkan dan
masing-masing mengambil satu untuk dibacakan, dengan begitu setiap orang dapat
menyampaikan perasaan atau pendapatnya dengan bebas dan rahasia.
Kunjungan Belajar; metode ini sangat berguna dalam palatihan
jangka panjang, untuk menghindari rutinitas, kejenuhan dan memberi kesempaatan
bagi peserta untuk mempraktekkan teori yang diperolehnya. Kunjungan belajar ini memerlukan persiapan
yang benar-benar matang dan dibicarakan sebelum pelatihan. Sebelum berangkat para peserta perlu debriefing
agar mereka mengerti tujuan kegiatan tersebut dan dapat menyiapkan
pertanyaan-pertanyaan yang akan mereka ajukan.
Di akhir kunjungan diadakan semacam evaluasi untuk mengetahui
efektivitas kegiatan tersebut.
Studi lapangan; metode ini sangat berguna untuk memperoleh
data/informasi/ gambaran yang lebih utuh tentang suatu obyek serta penerapan
metode analisisnya; melalui observasi dan penggalian data untuk kemudian
dibahas dalam diskusi, mini work-shop atau semiloka terbatas.
Simulasi dan praktek lapang; metode ini biasanya dilakukan
dalam bentuk perancangan, simulasi dan eksperimen mengenai disain program/aksi,
melalui simulation game atau eksperimen di lapangan, agar peserta mampu
merancang suatu program kegiatan strategis/rencana tindakan taktis, termasuk
melakukan analisis risiko dan mempraktekannya secara integratif, sisteniatis,
efektif, realistic dan tepat sasaran.
Melaporkan ulang; adalah metode dimana partisipan
dikelompokkan ke dalam kelompok-kelompok kecil, dimana ada seorang partisipan
yang diberi tugas untuk melapor kepada kelompok besar atas hasil yang diperoleh
dari diskusi dalam kelompok kecilnya.
Bercerita tentang pengalaman, adalah metode dimana seseorang
partisipan diminta berbicara mengenai pengalaman pribadinya yang berkaitan
dengan issu atau masalah tertentu yang akan diskusikan.
Forum melingkar; adalah suatu metode pengelolaan ruangan
dimana semua partisipan duduk dalam posisi melingkar sehingga mereka dapat
saling melihat satu sama lain. Selain
itu, ada juga Lingkaran dalam lingkaran dimana para partisipan membentuk dua
kelompok lingkaran dengan jumlah yang sama kemudian salah satu lingkaran masuk
ke dalam lingkaran lainnya sehingga akan terbentuk lingkaran dalam
lingkaran. Peserta yang berada di
lingkaran dalam otomatis berhadapan dengan seorang pada lingkaran luar,
misalnya untuk perkenalan. Lingkaran
dapat diputar ke kiri atau ke kanan sehingga masing-masing orang dalam dua
kelompok tadi dapat berkenalan satu persatu.
Visualisasi: adalah suatu metode di mana fasilitator
membacakan satu cerita fiksi, kemudian peserta diminta menghubungkan cerita
fiksi itu dengan kehidupan dan pengalamannya, semacam introspeksi diri. Sebelum fasilitator membacakan satu cerita
fiksi tersebut, sebaiknya para peserta dibiarkan melakukan relaksasi agar
imajenasi mereka dapat berkembang bebas.
Permainan dan Kerja Kreatif, adalah cara menghilangkan
kejenuhan dan menumbuhkan semangat baru.
Mereka juga dapat mengeluarkan topik-topik sensitif dengan cara santai,
misalnya menggambar, menyanyi, membaca puisi, membaca cerita, bermain dan
lain-lain; baik secara berkelompok maupun individual, sehingga masing-masing
peserta dapat mengekspresikan suatu hal dengan cara yang berbeda-beda. Kegiatan ini merupakan sarana untuk
mengeluarkan ide, bukan semacam tes bakat menggambar,menyanyi, membaca puisi
dan lain-lain.