diiklani

Sunday, June 10, 2018

ISLAM SEBAGAI TEOLOGI PEMBEBASAN

ISLAM SEBAGAI TEOLOGI PEMBEBASAN



 “Islam adalah Agama yang realistis dan mencintai alam, kekuatan, keindahan, kelimpahan, kemajuan, dan keterpenuhan segala kebutuhan manusia”.
Ali Syari’ati
Akar pokok Agama Islam adalah Tauhid atau pernyataan monoteistis bahwa Allah itu Esa. menurut Syari’ati, Tauhid juga merupakan pandangan dunia yang melihat seluruh dunia sebagai sistem yang utuh-menyeluruh, harmonis, hidup, dan sadar diri, yang melampaui segala dikotomi, dibimbing oleh tujuan Ilahi yang sama.
Dalam dataran historis-empiris, Islam hadir ditengah-tengah masyarakat yang kacau, yang ditandai dengan manipisnya penghargaan manusia pada nilai-nilai kemanusiaan mereka sendiri. Kehadiran Islam di bumi Arab pada satu sisi merupakan risalah pentauhidan, pengesaan Tuhan sebagai sesembahan Tunggal. Risalah pentauhidan ini disampaikan oleh seorang manusia sempurna, Muhammad kepada masyarakat Arab Jahiliyah yang telah menciptakan objek sesembahan baru berupa patung-patung berhala seperti Latta dan Uzza. Di sisi lainnya, kehadiran Islam di tengah masyarakat Arab Jahiliyah juga diyakini sebagai awal lahirnya risalah pembebasan manusia dari ketertindasan, kebodohan, perbudakan dan diskriminasi struktur sosial di masyarakat Arab Jahiliyah. Islam sebenarnya hadir mengajak ummatnya untuk tunduk kepada Allah dan didorong untuk memberontak melawan penindasan, ketidak-adilan, kebodohan, serta ketiadaan persamaan (ketimpangan).
Konteks kesejarahan pada waktu Nabi Muhammad SAW diangkat sebagai rasul, adalah dengan suasana dan keyakinan politheistik yang mengabaikan arti kemanusiaan. Nabi muhammad hadir untuk membawakan kembali ajaran tauhid. Ajaran tauhid yang dibawa itu merupakan pernyataan yang menegasikan segala bentuk politheisme atau kemusyrikan, bukan hanya pada tataran ritualistik yang lebih berdimensi personal belaka, seperti menyembah berhala, patung, api, dan sebagainya; tetapi juga pada bentuk kemusyrikan sosial dan politik, seperti memaha-agungkan dan memuja kepentingan-kepentingan pribadi, golongan, etnis dan sebagainya.
Hal ini bukanlah sekedar pernyataan verbal individual semata, melainkan juga seruan untuk menjadikan keesaan itu sebagai basis utama pembentukan tatanan sosial-poliitik-kebudayaan. Pada dimensi individual, tauhid berarti pembebasan manusia dari sifat-sifat individualistik serta pembebasan dari segala bentuk belenggu perbudakan dalam arti yang luas, yaitu; perbudakan manusia atas manusia, perbudakan diri terhadap benda-benda dan perbudakan diri terhadap segala bentuk kesenangan-kesenangan pribadi, kebanggan dan kesombongan diri dihadapan orang lain serta hal-hal lain yang menjadi kecenderungan egoistik manusia.
Islam berarti sebagai ketundukan kepada prinsip-prinsip kebenaran, kesetaraan sosial, cinta, dan prinsip-prinsip lain yang melandasi berdirinya suatu komunitas yang bebas dan setara. Islam bukanlah hanya sebuah ide baku atau suatu sistem ritual-ritual, upacara-upacara dan lembaga-lembaga yang kaku belaka, melainkan suatu prinsip progresif yang selalu menghapuskan tatanan-tatanan lama yang sudah tidak sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat, memelihara segala sesuatu yang masih relevan serta merevisi dan merenovasi dengan menghadirkan hal-hal baru yang lebih maslahat dan manfaat. Musa menghapus tatanan sosial yang dibangun Ibrahim. Isa mencabut tatanan ekonomi Musa. Muhammad SAW menghapus lembaga-lembaga sosial dan ekonomi yang dibangun oleh nabi-nabi sebelumnya. Tetapi semuanya saling menegaskan kebenaran satu sama lain. Kebenarannya adalah bahwa semua manusia adalah setara. Mereka harus jujur, berkata benar, dan berjuang melawan kekuatan-kekuatan jahat, diskriminasi, penindasan, dan kepalsuan. Lembaga-lembaganya boleh berubah, adat-istiadatnya juga boleh bervariasi, tetapi kebenaran, kesetaraan dan persaudaraan tetap tinggal sebagai prinsip-prinsip masyarakat yang bebas, adil, dan egaliter.
“Jika Musa jadi pembebas bangsa Israel,
 maka Muhammad SAW adalah pembebas bagi seluruh umat manusia”
Makna pembebasan dan pertanggungjawaban individual tersebut pada gilirannya memberikan refleksi pada relasi-relasi sosial kemanusiaan universal. Tauhid merupakan pernyataan yang bermakna pembebasan diri dari dan penolakan terhadap pandangan dan sikap-sikap tiranik manusia terhadap penindasan manusia atas manusia yang lain untuk dan atas nama kekuatan, kepemilikan dan keunggulan kultural apapun. Afirmasi teologis tauhid, sekali lagi, sejatinya merupakan upaya-upaya pembentukan tatanan sosial politik yang didasarkan atas kesatuan moralitas kemanusiaan yang melintasi batas-batas kultural dan ideologis.
Islam merupakan sebuah teologi pembebasan yang membumi dan humanis, dari Tuhan untuk manusia penghuni bumi. Teologi pembebasan menemukan momentumnya, khususnya ketika marak dan gencarnya pemberantasan kemiskinan dan keterbelakangan ditanah air maupun di belahan dunia ketiga umumnya. Dalam momen itulah Teologi alternatif diperlukan, yaitu Teologi Pembebasan, teologi populis atau teologi padanan lainnya sebagai antitesis Teologi Elitis, rumit, dan melangit. Teologi yang dibutuhkan pada masa kini adalah Teologi yang membumi, yang mampu mendobrak supremasi tirani dan rezim lalim, mengenyahkan belenggu-belenggu kebebasan, mengejar berbagai ketertinggalan, mengentaskan kemiskinan dan keterbelakangan. Pesan Teologi tersebut sangat luhur, humanis, dan mulia.
Teologi Pembebasan menurut Asghar Ali Engineer,
  1. Pertama, tidak menginginkan status qou yang melindungi golongan kaya ketika berhadapan dengan golongan miskin. Dengan kata lain, Teologi Pembebasan bersifat anti kemapanan, apakah kemapanan religius ataupun kemapanan politik.
  2. Kedua, Teologi Pembebasan memainkan peran dalam membela kelompok tertindas (kaum mustadl’afin) serta memperjuangkan kepentingan kelompok ini dengan cara membekali senjata ideologis yang kuat untuk melawan golongan yang menindasnya.
Dalam konteks keindonesiaan, menurut Abad Badruzaman, solusi Al-Qur’an atas problematika kemiskinan, krisis ekonomi tidak akan dapat diaplikasikan dengan baik apabila pemerintah tidak mengambil bagian di dalamnya. Bagaimanapun, problematika yang begitu komplek di negeri ini mewajibkan seluruh elemen, baik pemerintah maupun rakyat untuk selalu menjalin kerjasama dalam mengatasi permasalahan tersebut. Relevansinya bertemali dengan seruan Al-Qur’an yang memerintahkan kepada rakyat suatu Negara untuk selalu mentaati perintah penguasa selama dalam konteks kebenaran. Namun, solusi yang diberikan Al-Qur’an tidak akan berjalan efektif selama kedua elemen tersebut ; penguasa dan rakyat, tidak pernah menemukan titik temu. Penguasa bertindak lalim dengan mengkorupsi uang rakyatnya, sementara itu rakyatnya akan terus membangkang dan tetap hidup dalam jerat kemiskinan.
Untuk itulah kita sebagai pemegang tali estafet perjuangan bangsa harus senantiasa mengawal dan mengontrol segala kebijakan dan keputusan yang dikeluarkan pemerintah. Kalau memang dinilai tidak memihak rakyat, kita harus berani berada pada barisan depan untuk menyuarakan Tidak pada penguasa yang lalim tersebut.
Tangan terkepal dan maju ke muka….!!!

PARADIGMA PMII


1. PENGERTIAN
Paradigma merupakan cara pandang yang mendasar dari seorang ilmuan. Paradigma tidak hanya membicarakan apa yang harus dipandang, tetapi juga memberikan inspirasi, imajinasi terhadap apa yang harus dilakukan, sehingga membuat perbedaan antara ilmuan satu dengan yang lainnya.
Paradigma merupakan konstelasi teologi, teori, pertanyaan, pendekatan, dan prosedur yang dikembangkan dalam rangka memahami kondisi sejarah dan keadaan sosial, untuk memberikan konsepsi dalam menafsirkan realitas sosial.
Paradigma merupakan konstalasi dari unsur-unsur yang bersifat metafisik, sistem kepercayaan, filsafat, teori, maupun sosiologi dalam kesatuan kesepakatan tertentu untuk mengakui keberadaan sesuatu yang baru.
Paradigma adalah model atau sebuah pegangan untuk memandu mencapai tujuan. Paradigma, juga merupakan pegangan bersama yaang dipakai dalam berdialog dengaan realitas. Paradigma dapat juga disebut sebagai prinsip-prinsip dasar yang akan dijadikan acuan dalam segenap pluralitas strategi sesuai lokalitas masalah dan medan juang.
2. PERAN PARADIGMA
Dengan paradigma pergerakan, diharapkan tidak terjadi dikotomi modal gerakan di dalam PMII, seperti perdebatan yang tidak pernah selesai antara model gerakan “jalanan” dan gerakan “pemikiran “.
Gerakan jalanan lebih menekankan pada praksis dengan asumsi percepatan transformasi sosial. Sedangkan model gerakan pemikiran bergerak melalui eksplorasi teoritik, kajian-kajian, diskusi, seminar, dan pertemuan ilmiah yang lainnya, termasuk penawaran suatu konsep kepada pihak-pihak yang memegang kebijakan, baik ekskutif, legislatif, maupun yudikatif.
Perbedaan antara kedua model tersebut tidak hanya terlihat dalam praksis gerakan, tetapi yang berimplikasi pada objek dan lahan garapan. Apa yang dianggap penting dan perlu oleh gerakan jalanan belum tentu dianggap penting dan perlu oleh gerakan pemikiran dan begitu sebalikmya, walaupun pada dasarnya kedua model tersebut merupakan satu kesatuan.
Dalam sejarahnya, gerakan mahasiswa selalu diwarnai perdebatan model jalanan dengan intelektual-intelektual. Begitu juga sejarah gerakan PMII selalu diwarnai dengan “pertentangan” yang termanifestasikan dalam gerakan politik-struktural dengan gerakan intelektual-struktural dengan gerakan intelektual-kultural.
Semestinya kedua kekuatan model tersebut tidak perlu dipertentangkan sehingga memperlemah gerakan PMII itu sendiri. Upaya untuk mencari prinsip dasar yang menjadi acuan segenap model gerakan, menjadi sangat penting untuk dirumuskan. Sehingga pluralitas setinggi apapun dalam model dan strategi gerakan, tidak menjadi masalah, dan bahkan secara sinergis bisa saling menguatkan dan mendukung.
Letak paradigma adalah dalam menjaga pertanggungjawaban setiap pendekatan yang dilakukan sesuai dengan lokalitas dan kecenderungan masing-masing.
3. PENERAPAN
Sepanjang sejarah PMII dari Tahun 80an hingga 2010, ada 3 (tiga) Paradigma yang telah dan sedang digunakan. Masing-masing menggantikan model paradigma sebelumnya. Pergantian paradigma ini mutlak diperlukan sesuai perubahan dengan konteks ruang dan waktu. Ini bersesuaian dengan kaidah Taghoyyurul ahkami bi taghoyyuril azminati wal amkinati. Bahwa hukum itu bisa berubah sesuai dengan perubahan waktu dan tempat. Berikut ada beberapa jenis paradigma yang disinggung pada pembahasan di atas:
a.     Paradigma Arus Balik Masyarakat Pinggiran
Nalar gerak PMII secara teoritik mulai terbangun secara sistematis pada masa kepengurusan Muhaimin Iskandar (Ketum) dan Rusdin M. Noor (sekjend) 1994-1997. Untuk pertama kalinya istilah paradigma yang populer dalam bidang sosiologi digunakan dalam PMII.
Paradigma pergerakan dirasa mampu untuk menjawab kegerahan anggota pergeraan yang gerah dengan situasi sosial-politik nasional. Era pra reformasi di PMII menganut paradigma Arus Balik Masyarakat Pinggiran.
Paradigma ini muncul dikarenakan restrukturisasi yang dilakukan orde baru telah menghasilkan format poltik baru yang ciri-ciri umumnya tidak jauh berbeda dengan negara-negara kapitalis pinggiran (peripheral capitalist state) di beberapa negara Amerika Latin dan Asia. Ciri-ciri itu antara lain adalah.
  1. Munculnya negara sebagai agen otonom yang perannya kemudian “mengatasi” masyarakat yang merupakan asal-usul eksistensinya.
  2. Menonjolnya peran dan fungsi birokrasi dan teknokrasi dalam proses rekayasa sosial, ekonomi dan politik.
  3. Semakin terpinggirkannya sektor-sektor “populer” dalam masyarakat (termasuk kaum intelektual).
  4. Diterapkannya model politik eksklusioner melalui jarigan-jaringan korporatis untuk menangani berbagai kepentingan politis.
  5. Penggunaan secara efektif hegemoni idiologi untuk memperkokoh dan melestarikan sistem politik yang ada.
Rezim Orde Baru adalah lahan subur bagi sikap perlawanan PMII terhadap negara yang hegemonik. Sikap perlawanan itu didorong pula oleh teologi antroposentrisme transendental yang memposisikan manusia sebagai Kholifatullah fil ardh.
Hal penting lain dari paradigma ini adalah mengenai proses rekayasa sosial yang dilakukan PMII. Rekayasa sosial yang dilakukan melalui dua pola, pertama, melalui advokasi masyarakat, kedua, melalui Free Market Idea. Advokasi dilakukan untuk korban-korban perubahan, bentuk gerakannya ada tiga yakni, sosialisasi wacana, penyadaran dan pemberdayaan, serta pendampingan.
Cita-cita besar advokasi ialah sebagai bagan dari pendidikan politik masyarakat untuk mencapai angan-angan terwujudnya civil society. Kemudian yang diinginkan dari Free Market Idea adalah tejadinya transaksi gagasan yang sehat dan dilakukan oleh individu-individu yang bebas, kreatif sebagai hasil dari proses liberasi dan independensi.
b.   Paradigma Kritis Transformatif
Pada periode sahabat Saiful Bahri Anshari (1997-2000) diperkenalkan paradigma Kritis Transformatif. Pada hakikatnya, prinsip-prinsip dasar paradigma ini tidak jauh berbeda dengan paradigma Arus Balik. Titik bedanya terletak pada kedalaman teoritik serta pengambilan eksemplar-eksemplar teori kritis madzhab Frankfurt serta krtisisme intelektual muslim seperti, Hasan Hanafi, Ali Asghar Enginer, Muhammad Arkoun dll.
Di lapangan terdapat konsentrasi pola yang sama dengan PMII periode sebelumnya, gerakan PMI terkonsentrasi di aktivitas jaanan dan wacana kritis. Semangat perlawanan terhadap negara dan dengan kapitalisme global masih mewarnai gerakan PMII.
Kedua paradigma sebelumnya mendapat ujian berat ketika KH. Abdurrahman Wahid (almarhum) terpilih menjadi presiden ke-4 RI pada November 1999. para aktivis PMII dan aktivis civil society umumnya mengalami kebingungan saat Gus Dur yang menjadi tokoh dan simbol perjuangan civil society Indonesia naik ke tampuk kekuasaan.
Aktivis pro-demokrasi mengalami kebingungan antara mendampingi Gus Dur dari jalur ekstraparlementer, atau bersikap sebagaimana pada presiden-presiden sebelumnya. Mendampingi atau mendukung didasari pada kenyataan bahwa masih banyak unsur-unsur orba yang memusuhi preiden ke-4 ini.
Pilihan tersebut memunculkan pendapat bahwa aktivis pro-demokrasi telah menanggalkan semangat perlawanannya. Meski demikian secara rasional sikap PB. PMII dimasa kepengurusan Nusron Wahid (2000-2002) secara tegas terbuka mengambil tempat mendukung demokrasi dan reformasi yang secara konsisten dijalankan oleh presiden Gus Dur.
c.    Paradigma Menggiring Arus, Berbasis Realitas
Pada masa kepengurusan sahabat Heri Harianto Azumi (2006-2008) secara massif, paradigma gerakan PMII masih kental dengan nuansa perlawanan frontal baik baik terhadap negara maupun terhadap kekuatan kapitalis internasional. Sehingga ruang taktis-strategis dalam kerangka cita-cita gerakan yang berorientasi jangka panjang justru tidak memperoleh tempat. Aktifis-aktifis PMII masih mudah terjebak larut dalam persoalan temporal-spasial, sehingga perkembangan internasional yang sangat berpengaruh terhadap arah perkembangan Indonesia sendiri sulit dibaca. Dalam kalimat lain, dengan energi yang belum seberapa, aktifis PMII sering larut pada impian membendung dominasi negara dan ekspansi neoliberal saat ini juga. Efek besarnya, upaya strategis untuk mengakumulasikan kekuatan justru masih sedikit dilakukan.
Celakanya, konsep-konsep yang dipakai di kalangan akademis kita hampir seluruhnya beraroma liberalisme. Sehingga di tingkat intelektualpun tidak ada kemungkinan untuk meloloskan diri dari arus liberalisme.
Dengan kata lain dalam upaya melawan neoliberalisme banyak gerakan terperangkap dalam knsep-konsep Liberalsme, Demokrasi, HAM, Civil Society, Sipil vs Militer, Federalisme, dll yang dipakai sebagai agenda substansial padahal dalam lapangan politik dan ekonomi, ke semuanya nyaris menjadi mainan negara-negara neoliberal.
Persoalan sulitnya membangun paradigma berbasis realitas paralel dengan kesulitan membuat agenda nasional yang berangkat dari kenyataan Indonesia. Konsekuensi yang harus diambil dari penyusuan paradigma semacam ini adalah, untuk sementara waktu organisasi akan tersisih dari gerakan mainstream. Bagaimanapun untuk membangun gerakan kita harus mendahulukan kenyataan dari pada logos.

REPOSISI GERAKAN MAHASISWA


PROLOG

Mahasiswa merupakan generasi penerus bangsa yang menyandang predikat agen perubahan sosial. Statusnya yang tinggi berkonsekuensi pada suatu tanggung jawab yang sangat besar. Menyikapi tanggung jawab mahasiswa pada masa mendatang itu, mahasiswa memiliki tiga tugas sekaligus, pertama, penguasaan ilmu secara sungguh-sungguh. Kedua, membangun spiritualisme dalam dirinya dan, ketiga, membangun spiritulisme dalam masyarakatnya (Syahrin Harahap: 2005)
Mahasiswa hendaknya tidak hanya mengandalkan belajar dari bangku kuliah saja, tetapi juga perlu belajar dari organisasi. Tidak semua ilmu pengetahuan dan pengalaman kehidupan tersedia di bangku kuliah. Bangku kuliah hanyalah bagian kecil dari sarana untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat teoretis. Lebih dari itu, mahasiswa harus belajar berorganisasi. Organisasi merupakan wahana efektif untuk mengembangkan potensi diri, sarana belajar bersama, berinteraksi dengan orang lain, membentuk serta mendewasakan karakter, mengasah ketajaman dan kepekaan sosial, dan membangun kritisisme dan idealisme kehidupan berbangsa dan bernegara. 
Pergulatan panjang sejarah bangsa Indonesia, tidak dapat dipisahkan dari peran aktif pemuda dan mahasiswa. Hal ini dapat dibaca dari rentetan kejadian-kejadian yang sangat penting dalam catatan sejarah bagsa Indonesia. Sejarah telah mencatat dengan tinta emas, peran mahasiswa dari masa ke masa, dalam mendialektikakan pergumulan panjang lahirnya bangsa Indonesia.
SEJARAH GERAKAN MAHASISWA DI INDONESIA
1.      Era Pra Kemerdekaan
1)      Gerakan 1908
Gerakan mahasiswa pertama kali yang memiliki struktur pengorganisasian modern yaitu Boedi Utomo. Didirikan di Jakarta, 20 Mei 1908 oleh pemuda, pelajar, dan mahasiswa sebagai refleksi sikap kritis dan keresahan intelektual yang bertujuan untuk kemajuan bangsa, terutama di bidang pendidikan, pertanian, peternakan dan dagang, teknik dan industri, serta kebudayaan. Boedi Oetomo, merupakan suatu episode sejarah yang menandai munculnya angkatan pembaharu dengan kaum terpelajar dan mahasiswa sebagai aktor terdepannya, yang misi utamanya menumbuhkan kesadaran kebangsaan dan hak-hak kemanusiaan dikalangan rakyat Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan, dan mendorong semangat rakyat melalui penerangan-penerangan pendidikan untuk berjuang membebaskan diri dari penindasan kolonialisme.
2)      Gerakan 1928
Diinspirasi oleh pembentukan Kelompok Studi Surabaya dan Bandung, menyusul kemudian Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), prototipe organisasi yang menghimpun seluruh elemen gerakan mahasiswa yang bersifat kebangsaan tahun 1926, Kelompok Studi St. Bellarmius yang menjadi wadah mahasiswa Katolik, Cristelijke Studenten Vereninging (CSV) bagi mahasiswa Kristen, dan Studenten Islam Studie-club (SIS) bagi mahasiswa Islam. Kebangkitan kaum terpelajar, mahasiswa, intelektual, dan aktivis pemuda itulah, munculnya generasi baru pemuda Indonesia yang memunculkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda dicetuskan melalui Konggres Pemuda II yang berlangsung di Jakarta pada 26-28 Oktober 1928, dimotori oleh PPPI.
2.      Era Kemerdekaan
1)      Gerakan 1945
Secara umum kondisi pendidikan maupun kehidupan politik pada zaman pemerintahan Jepang jauh lebih represif dibandingkan dengan kolonial Belanda, antara lain dengan melakukan pelarangan terhadap segala kegiatan yang berbau politik; dan hal ini ditindaklanjuti dengan membubarkan segala organisasi pelajar dan mahasiswa, termasuk partai politik, serta insiden kecil di Sekolah Tinggi Kedokteran Jakarta yang mengakibatkan mahasiswa dipecat dan dipenjarakan. Salah satu peran angkatan muda 1945 yang bersejarah, dalam kasus gerakan kelompok bawah tanah yang antara lain dipimpin oleh Chairul Saleh dan Soekarni saat itu, yang terpaksa menculik dan mendesak Soekarno dan Hatta agar secepatnya memproklamirkan kemerdekaan, peristiwa ini dikenal kemudian dengan peristiwa Rengasdengklok.
2)      Gerakan 1966
Sejak kemerdekaan, muncul kebutuhan akan aliansi antara kelompok-kelompok mahasiswa, di antaranya Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI), dibentuk melalui Kongres Mahasiswa yang pertama di Malang tahun 1947. Selanjutnya, dalam masa Demokrasi Liberal (1950-1959), seiring dengan penerapan sistem kepartaian yang majemuk saat itu, organisasi mahasiswa ekstra kampus kebanyakan merupakan organisasi dibawah partai-partai politik. Misalnya, GMKI Gerakan Mahasiswa kristen Indonesia, PMKRI Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia dengan Partai Katholik, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dekat dengan PNI, Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dekat dengan PKI, Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (Gemsos) dengan PSI, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) berafiliasi dengan Partai NU, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dengan Masyumi, dan lain-lain.
Pada tahun 1965 dan 1966, pemuda dan mahasiswa Indonesia banyak terlibat dalam perjuangan yang ikut mendirikan Orde Baru. Gerakan ini dikenal dengan istilah Angkatan '66, yang menjadi awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, sementara sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan. Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu adalah mereka yang kemudian berada pada lingkar kekuasaan Orde Baru, di antaranya Cosmas Batubara (Eks Ketua Presidium KAMI Pusat), Sofyan Wanandi, Yusuf Wanandi ketiganya dari PMKRI ,Akbar Tanjung dari HMI dll. Angkatan '66 mengangkat isu Komunis sebagai bahaya laten negara. Gerakan ini berhasil membangun kepercayaan masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang Komunis yang ditukangi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia).
3.      Era Orde Baru
1)      Gerakan 1974
Realitas berbeda yang dihadapi antara gerakan mahasiswa 1966 dan 1974, adalah bahwa jika generasi 1966 memiliki hubungan yang erat dengan kekuatan militer, untuk generasi 1974 yang dialami adalah konfrontasi dengan militer. Gerakan mahasiswa saat itu, melancarkan berbagai kritik dan koreksi terhadap praktek kekuasaan rezim Orde Baru, seperti:
·         Golput yang menentang pelaksanaan pemilu pertama pada masa Orde Baru pada 1972 karena Golkar dinilai curang.
·         Gerakan menentang pembangunan Taman Mini Indonesia Indah pada 1972 yang menggusur banyak rakyat kecil yang tinggal di lokasi tersebut.
·         Gerakan "Mahasiswa Menggugat" yang dimotori Arif Budiman, Adnan Buyung Nasution, Asmara Nababan. yang progaram utamanya adalah aksi pengecaman terhadap kenaikan BBM, dan korupsi.
·         Gerakan memprotes PM Jepang Kakuei Tanaka yang datang ke Indonesia dan peristiwa Malari pada 15 Januari 1974. Gerakan mahasiswa di Jakarta meneriakan isu "ganyang korupsi" sebagai salah satu tuntutan "Tritura Baru" disamping dua tuntutan lainnya Bubarkan Asisten Pribadi dan Turunkan Harga.
2)      Gerakan 1977-1978
Setelah peristiwa Malari, hingga tahun 1975 dan 1976, berita tentang aksi protes mahasiswa nyaris sepi. Mahasiswa disibukkan dengan berbagai kegiatan kampus disamping kuliah sebagain kegiatan rutin, dihiasi dengan aktivitas kerja sosial, Kuliah Kerja Nyata (KKN), Dies Natalis, acara penerimaan mahasiswa baru, dan wisuda sarjana. Menjelang Pemilu 1977, barulah muncul kembali pergolakan mahasiswa yang berskala masif. Pemerintah berusaha untuk melakukan pendekatan terhadap mahasiswa, maka pada tanggal 24 Juli 1977 dibentuklah Tim Dialog Pemerintah yang akan berkampanye di berbagai perguruan tinggi.
Pada periode ini terjadinya pendudukan militer atas kampus-kampus karena mahasiswa dianggap telah melakukan pembangkangan politik, penyebab lain adalah karena gerakan mahasiswa 1978 lebih banyak berkonsentrasi dalam melakukan aksi di wilayah kampus, maka akhirnya mereka diserbu militer dengan cara yang brutal. Hal ini kemudian diikuti oleh dihapuskannya Dewan Mahasiswa dan diterapkannya kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) berdasarkan SK No.0156/U/1978 yang mencoba mengarahkan mahasiswa hanya menuju pada jalur kegiatan akademik, dan menjauhkan dari aktivitas politik, karena dinilai secara nyata dapat membahayakan posisi rezim. Kemudian pemerintah melalui Pangkopkamtib SOEDOMO melakukan pembekuan atas lembaga Dewan Mahasiswa, sebagai gantinya pemerintah membentuk struktur keorganisasian baru yang disebut BKK. Berdasarkan SK menteri P&K No.037/U/1979. Kebijakan ini membahas tentang Bentuk Susunan Lembaga Organisasi Kemahasiswaan di Lingkungan Perguruan Tinggi.
4.      Era Reformasi
Gerakan 1998 menuntut reformasi dan dihapuskannya "KKN" (korupsi, kolusi dan nepotisme) pada 1997-1998, lewat pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa, akhirnya memaksa Presiden Soeharto melepaskan jabatannya. Berbagai tindakan represif yang menewaskan aktivis mahasiswa dilakukan pemerintah untuk meredam gerakan ini di antaranya: Peristiwa Cimanggis, Peristiwa Gejayan, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II , Tragedi Lampung. Gerakan ini terus berlanjut hingga pemilu 1999.
PENTINGNYA REPOSISI GERAKAN MAHASISWA DEWASA INI
Dewasa ini, gerakan mahasiswa terasa redup dan bias. Gerakan mahasiswa seolah tidak memiliki formulasi yang jelas, terasa gamang dan misorientasi akan nilai-nilai gerakan. Demikian ini semakin nampak jelas semenjak runtuhnya rezim orde baru yang ditandai dengan lahirnya era reformasi. Terpilihnya Gusdur yang menjadi salah satu tokoh reformasi sebagai presiden Republik Indonesia keempat, diasumsikan oleh banyak kalangan sebagai konsekuensi logis hilangnya musuh bersama (common enemy). Lebih dari itu, derasnya arus informasi dan globlalisasi menjadi suatu pertanda akan perubahan ideology, paradigma dan sikap mahasiswa.
  Gerakan mahasiswa sering terjebak pada pilihan status dan posisi, apakah pro pemerintah atau justru sebaliknya sebagai oposisi pemerintah yang menjadi kekuatan kontrol atas kebijakan-kebijakan pemerintah. Perdebatan dan perbedaan pandang mengenai status dan posisi inilah, seringkali menuai jalan buntu di dalam memosisikan gerakan mahasiswa yang ideal. Belum lagi, banyaknya kepentingan-kepentingan individu dan kelompok, justru bertabrakan dengan kepentingan besar bangsa dan idealisme gerakan itu sendiri. Terlepas pro dan kontra, kritisisme dan idelisme mahasiswa merupakan kebutuhan pokok (basic need) bagi keberlangsungan gerakan mahasiswa. Idealnya suatu gerakan tidak terkotak-kotak dalam pilihan posisinya, tetapi gerakan mahasiswa harus mampu mensinergikan dan menkonsolidasikan kedua posisi sekaligus, serta mampu memerankan keduanya dengan sebaik-baiknya.
Sudah selayaknya gerakan mahasiswa dewasa ini berkonsentrasi pada penuntasan agenda reformasi 1998 yang kian hari makin sayup terdengar. Sudah saatnya gerakan mahasiswa dibangunkan kembali dari tidur lelapnya, untuk menyuarakan lantang anti Korupsi Kolusi dan Nepotisme, menggelorakan kembali pengusutan kejahatan kemanusian, dan meneriakkan kembali Nasionalisasi Asset Negara untuk kesejahteraan rakyat. Hidup Mahasiswa…!
“Bukan mahasiswa sejati bagi yang hanya berpikir dan berbuat untuk kepentingan diri sendiri” 
“Wamma ma yanfa’u al naas fayamkutsu fi al ardh”
Artinya “Hanya orang yang bermanfaat bagi orang lain, yang mampu bertahan (eksis) di muka bumi ini” (Q.S. Ar Ra’d : 17)

Materi Ke-PMII-an


Materi KE-PMII-AN

A. Latar Belakang
Sejak NU pisah dengan Partai MAKSUMI pada 1952, NU menjadi partai sendiri, sehingga pada pemilu 1955,partai NU mendapat 45 kursi dalam Parlemen. Ketika NU masih bergabung dengan MAKSUMI, hanya mendapat 8 kursi.
Kader-kader NU berpotensi pada waktu itu masih sangat minim karena belum adanya wadah atau organisasi yang mengakomodir kaum intelektual NU, sehingga terbentuklah organ-organ pendukung NU seperti IPNU dan IPPNU yang ber anggotakan par pelajar dan mahasiswa dengan diiringi beberapa organ-organ pendukung seperti: muslimat, gerakan pemuda ansor. Pada muktamar ke-II IPNU-IPPNU di Pekalongan sempat terlontar gagasan untuk membuat wadah sndiri bagi kaum mahasiswa Nahdlyin, tapi kurang mendapat respon dari pimpinan IPNU. Hal tersebut di karenakan IPNU masih butuh pembenahan (banyak anggota IPNU yang berstatus mahasiswa) sehingga dikhawatirkan mempengaruhi perjalanan IPNU yang baru saja terbentuk.



Pada Muktamar ke-III IPNU di Cirebon 27-31 Desember 1658, aspirasi mahasiswa Nahdliyin tak terbentuk lagi, bahwa mereka menginginkan wadah tersendiri yang dapat menampung mahasiswa nahdlyin secara fungtional dan organisatoris masih di bawa organ departemen organ IPNU. Dalam konfensi besar IPNU di Kaliurang pada 14-17 Maret 1960di Jogjakarta, merekomondisikan terbentunya wadah atau organ mahasiswa Nahdlyin yang terpisah dalam struktural maupun fungsionaris dari IPNU dan IPPNU, yakni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)dengan di bentuknya 13 panitia, yaitu: Kholid Mawardi (Jakarta), Said Budairi (Jakarta), M. Shobih Ubaid (Jakarta), Muh. Makmun Syukri, BA (Bandung), Hilman (Bandung), H, Ismail Makky (Jogjakarta), Munif Nahrowi (Jogjakarta), Nuril Huda Suadi, HA (Surakarta), Laily Mansyur (Surakarta), Abdul Wahab Jailany (Semarang), Hisbullah Huda (Surabaya), M. Kholid Narbuka (Malang), Ahmad Husain (Makasar). Pada 19 Maret 1960 tiga dari tiga belas orang yaitu Hisbullah Huda (Surabaya), M. Said Budairy (Jakarta), serta Maksum Syukri BA (Bandung) berangkat ke Jakarta untuk mengahadapi ketua umum partai NU K.H. Dr. Idam Kholid agar diberi nasehat sebagai bekal atau pegangan pokok dalam musyawarah mahasiswa Nahdyin yang akan di laksanakan di Surabay tanggal 25 maret 1960. Dalam pertemuan tersebut, beliau menekankan agarorgan yang di bentuk nantinya betul-betul dapat  di andalkan sebagai kader partai NU dan menjadi Mahasiswa yang berperinsip ilmu agar dapat dapat di amalkan untuk kepentingan rakyat, buakan ilmu untuk ilmu, yang paling penting adalah menjadi manusia yang cakap serta bertaqwa kepada Allah SWT. Beliau menyatakan merestui musyawarahmahasiswa Nahdyin yang di adakan di Surabaya itu.
Hasil Musyawarah  Mahasiswa Nahdliyin di Surabaya 14-16 April 1960 menelurkan:
1.    Berdirinya organ mahasiswa Nahdyin di beri nama PMII
2.    Penyusunan peraturan dasar PMII merupakan kelanjutan dari departemen perguruan tinggi IPNU dan IPPNU
3.    Persidangan dalam musyawarah mahasiswa Nahdyin itu bertempat di gedung Madrasah Mu’alimin NU Wonokromo Surabaya. Sedangkan peraturan dasar PMII berlaku 21 Syawal 1379 H atau 17 April 1960 sebagai hari kelahiran PMII. Sekaligus membentuk tiga tim formatur H.Mahbub Junaidi sebagai ketua umum, A. Cholid Mawardi sebagia ketua I dan Muhammad SyaidBudairi sebagai sekertaris umum PB PMII.
Pada tanggal 14 Juni 1960 PMII diterima dan di sahkan oleh PB NU sekaligus sebagai keluarga besar sekaligus sebagai partai NU, oleh Ketua Umum  PB NU K.H. Dr. Idham Kholid, dan Wakil Sekjen H. Amirudin Aziz. Perumusan anggaran rumah tangga diketahui oleh Muhammad Said Buairi, anggotanya Cholid Marwadi dan Fatchurrozi.

B.Independensi PMII-NU
Salah satu momentum sejarah perjalanan PMII ynag membawa pada perubahan secara mendasar, yaitu di cetuskannya Idenpendensi PMII pada tanggal14 Juli 1972di Munarjati Lawang Malang Jawa Timuryang kemudian di sebut Deklarasi Munarjati.
Lahirnya deklarasi ini berkenaan dengan situasi politik nasional, ketika partai politik dikebiri bahkan partisipasi dalam pemerintahan pun sedikit demi sedikit di kurangi dan mulai dihapuskan. Ditambah lagi dengan digiringnya peran mahasiswa dengan komando back to campus. Maka PMII mencari alternative abru dengan tidak lagi dependen kepada partai politik manapun.
Dengan latar belakan dan motivasi, maka tanggal 14 Juli 1972 secara formal PMII terpisah secara struktural dengan partai NU. Hal-hal yang berkenaan dengan independensi dapat kita lihal dokumen historis PMII antara lain:
a. Manivestasi kesadaran PMII yang meyakini sepenuhnya terhadap tutunan keterbukaan sikap, kebebasan berfikir, dan membangun kreativitas yang dijiwai oleh nilai-nilai islam.
b. Manivestasi kesadaran organisasi dalam tuntutan kemandirian, kepeloporan, kebebasan berfikir, dan berkreasi serta tanggung jawabsebagai kader umat.
Sejak di kumandangakanya Deklarasi Munarjati itulah PMII menjadi organ yang bebas menuntukan kehendak dan idealismenya tanpa harus berkonsultasi dengan organisasi manapun termasuk NU. Akan tetapi keter[isahan secara struktural tidak membatasi ikatan emosional antar kedua organisasi ini. Keduanya masih mempjunyai benang merah pemahaman idiologisnya yaitu Ahlussunnah Wal-jama’ah.

C. Interindependen PMII-NU
Latar belakan PMII melakukan Interindependen dari Independen pada saat kongres X PMII Jakarta 1991 adalah:
1. Ulama sebagai pewaris Nabi (Ulama Warosatul Ambiya’)
Maksudnya : keteladanan umat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Ikatan Historis, maksudnya: PMII lahir dari NU dan besar dari NU.
3. Adanya kesamaan faham antar PMII-NU
Maksudnya: Aswaja bercirikan Tawassuth, Ta’adul, Tasamuh, Tawadzun serta Amar Ma’ruh Nahi Mungkar (Mabadi’ Khoirul Ummah) demikian di dalam pola berfikir, pola sikap, pola tindakan PMII-NU menganut opola selektif, akomodatif, intergratif sesuai dengan prinsip dasar Al-Mukhofadzatu Ala Qodimis Shalih Wal Akhdzu Bi Ijadi Al Ashlah.
4. Adanya persamaan kebangsaan. Maksudnya: bagi PMII keutuhan komitmen keislaman dan keindonesiaan merupakan perwujudan kesadaran beragama dan berbangsa bagi setiap insan muslim di Indonesia dan atas hal dasar tersebut maka menjadi keharusan untuk mempertahankan Bangsa dan Negara Indonesia dengan segala tekat dan kemampuan, baik secara individu maupun bersama.
5. Adanya kesamaan kelompok sasaran. Maksudnya: PMII-NU memiliki mayoritas anggota dari kalangan masyarakat kelas menengah bawah.
Sekurang-kurangnya terdapat lima perinsip yang semestinya di pegang bersama untuk merealisasikan interindependensi PMII-NU:
1) Ukhuwah Islamiyah
2) Amar Ma’ruf  Nahi Mungkar
3) Mabadi’ Khoirul Ummah
4) Al Musawah
5) Hidup berdampingan dan berdaulat secar penuh
D. Implementasi independensi
Implementasi independensi PMII-NU diwujutkan dengan berbagai bentuk pikiran kerkasama antara lain meliputi bidang:
1) Pemikiran: kerjasama di bidang ini di rancang untuk pengembangan pemikiran keislamian dan kemasyarakatan
2) Pelatihan: kerjasama di bidang ini di rancang untuk pengembangan sumber daya manusia baik PMII maupun NU
3) Sumber Daya Manusia: Kerja sama di bidang ini di tekankan pada pemanfaatan secara maksimal manusia-manusia PMII untuk peningkatan kualitas Khidmat NU.
4) Rintisan Progam: Kerja sama di bidang ini terbentuk pengolahan suatu progam secaara bersama-sama, seperti: progam pengembangan ekonomi, progam aksi sosial dan lain-lain

E. Deklarasi format profil PMII dalam kongres X 2008PMII di Batam, Riau.
Deklarasi ini merupakan kristalisasi dari tujuan pergerakan sebagai mana tercantum dalam AD/AR. Yaitu terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang berbudi luhur, berilmu, dan bertaqwa kepada Allah SWT, cakap serta tanggung jawab dan mengamalkan ilmu pengetahuannya.

Motto PMII
Dzikir, Fikir, Amal sholeh

Tri khidmah PMII
Taqwa, Intelektualitas, Profesionalitas

Tri komitmen PMII
Kejujuran, Kebenaran dan Keadilan

Eka citradiri PMII
Ulul Albab

Citra diri Ulul Albab dengan Motto Dzikir, Fikir dan Amal Sholeh
Ulul Albab artinya seorang yang selalu haus akan ilmu pengetahuan (olah pikir) dan ia pun tidak pula mengayun dzikir.

Seperti tedapat pada surah Al-Baqoroh:179 yang artinya: “dan dalam hokum Qishos itu ada (jaminan kelangsungan)hidup bagimu, hai Ulul Albab, Supaya kamu bertaqwa” (QS. Al-Baqoroh:179)
Cita Ulul Albab:
1. Berkesadaran Historisitas-Promodial atas relasi Tuhan-Manusia-Alam
2. Berjiwa optimis-transendental-atas kemampuan mengatasi masalah kehidupan
3. Berfikir secara Dialektis
4. Bersikap kritis
5. Bertindak Transformatif
Format Gerakan PMII
- Format Organ Kader Pergerakan: Kader atau basis
- Format Gerakan Sosial Transformatif
- Format Intelektual dan Pers
- Format Gerakan Ekstra Parlementer
- Format Kebijakan Publik
- Format Gerakan Kebudayaan
- Format Gerakan Profesional-Populis

F. Paradigma pendidikan kaderisasi
Girouxdan Amawitzsebagaimana di kutip oleh Mansyur Faqih terdapat aliran besar dalam idiologi pendidikan.
1. Paradigma konservatif (mengapdi pada satu quo)
2. Paradigma Liberal (perubahan yang moderat)
3. Paradigma Fundamental/Kritis (perubahan undamentaltransformational bagi konstruksisoial masyarakat)

G. Makna filosofi PMII
Dari makna “pergerakan” yang terkandung dalam PMII adalah dari hamba (yang senantiyasa bergerak menuju idealnya) memberikan rahmat bagi alam sekitarnya.
Dalam konteks individual, komunitas maupun organisatoris. Kiprah PMII harus senantiyasa mencermikan pergerakan menuju kondosi yang lebih baik sebagai perwujudan tanggung jawabnya member rahmat pada lingkungan.
“pergerakan” dalam hubungan dengan organisasi mahasiswa menurut upaya sadar untuk membina dan mengembangkan potensi ketuhanan dan potensi kemanusiaan agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu berada didalam kualitas kekholifahannya.
Pengertian “mahasiswa yang terkandung dalam PMII” adalah golongan generasi muda untuk membina dan mengembangkan potesi ketuhanan dan kemanusiaanagar gerak ilmu diperguruan tinggi yang mempunyai identitas diri.
Identitas mahasiswa terbangun oleh citra diri sebagai insan religious, insan akademis, insan sosial dan insan mandiri serta identitas mahasiswa tersebut terpantul tanggung jawab keagamaan, tanggung jawab intelektual, tanggung jawab sosial kemasyarakatan dan tanggung jawab individu baik sebagai hamba tuhan maupun sebagai bangsa dan  Negara.
Pengertian islam yang terkandung dalam PMII adalah agama sebagai agama yang dipahami dengan paradigm “Ahlussunnah Waljama’ah” yaitu konsep pendekatan terhadap ajaran islam secara profesional antara iman, islam dan ikhsan yang didalam pola pikir dan pola perilakunya tercermin sifat-sifat seliktif, akomodadis dan intergratif.
Pengertian “Indonesia” yang terkandung dalam PMII masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia yang mempuyai falsafah dan idiologi bangs (Pancasila) serta UUD1945 dengan kesadaran kesatuan dan ketuhanan bangsa dan negarayang terbentang dari Sabang sampai Merauke yang di ikat dengan kesadaran wawasan nusantara.
Serta totalitas PMII sebagai organissi merupakan suatu gerakan yang bertujuan melahiran kader-kader yang mempunyai integritas diri sebagai hamba yang bertaqwa kepada Allah SWT dan atas ketaqwaanya kiprah mewujudkan peran ketuhanan membangun masyarakat dan Negara Indonesia menuju suatu tatanan masyarat yang adil dan makmur  dalam ampunan dari ridho Allah SWT.

H. Atribut gerakan PMII
Atribut geraknan PMII meruoakan sebuah simbol  yang memiliki kerahasiaan yang perlu di gali karena hal ini perlu kami ulas dan kami sampaikan kepada kader, agar nantinya kader mampu memhami atribut gerak PMII hanya sekedar embuh ora weruh? Ini merupakan pertanyaan yang yang tidak mungkin kita aplikasikan, baik di sengaja maupun tidak di sengaja.
Adapun atribut PMII antara lain:
- Lambang PMII
- Lambing yang seperti digunakan pada bendera, jaket, bagdel, vandal, logo PMII dan benda atau tempat-tempat dengan tujuan menggunakan identitas PMII.
- Bendera PMII
- Mars PMII

I. Pilihan Gerakan PMII
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) merupakan organisasi yang pengkaderannya bukan hanya sekedar organisasi masa seperti organisasi lainya. Meskipun PMII  memiliki anggota atau kader yang sangat banyak tidak dapat disebut ORMAS (Organisasi Massa) karena tanah pijakan PMII melangkah kesana. Ternyata PMII memiliki kemampuan yang lebih disbanding yang lain. Sama juga artinya ketika anda masuk dan mendaftarkan diri untuk menjadi kader atau anggota tentunya anda dihadapkan dengan beberapa pilihan-pilihan yang berbeda, sudah di singgung bahwa PMII memiliki nlai lebih yang mungkin tidak di miliki organisasi lain. Adapun nilai lebih yang dimiliki, antara lain:
1. Aswaja (Ahlussunnah Waljama’ah) sebagai manhaj al lfiqr disamping sebagai pijakan berfikir, Aswaja merupakan atau pilihan yang sangat mengena di setiap kader, ha ini dikarenakan Aswaja merupakan ikatan Kultural Idiologi NU buka secara Struktural.

2. NDP (Nilai Dasar Pergerakan) menjadi sumber kekuatan ideal moral dari aktifitas pergerakan, pusat argumentasi dan pengikat kebenaran dari kebebasan berfikir, berucap dan bertindak dalam aktifitas pegerakan. Adapun rumusan nilai-nilainya, antara lain: Tauhid, Hubungan manusia dengan Allah, Hubungan manusia dengan manusia dan Hubungan manusia dengan alam.

3. Paradigma Kritis Transformatif
Paradigma dalam masyarakat PMII dapat dirumuskan sebagai titik pijak untuk menentukan cara pandang, meyusun sebuah teori, mennyusun sebuah pertanyaan dan membuat suatu rumusan mengenai suatu masalah melihat realitas yang ada di masyarakat dan sesuai dengan tuntunan kedaan masyarakat PMII baik secara Sosiologis, Politis dan Antropologis maka PMII menjadi paradigm Kritis Transformatif sebagai pijakan gerakan organisasi dalam mewujutkan transformasi social PMII bukan hanya berpijak dengan paradigm kritis saja. Mengapa demikian? Karena pradigma kritis hanya mampu melakukan analisis tetepi tidak mampu melakukan organizing menjembatani dan melakukan perubahan social. Karenanya, paradigma kritis yang digunakan di PMII adalah kritik yang mampu mewujutkan perubahan sehingga menjadi paradigm Kritis Transformatif. Dalam hal ini paradigm Kritis Transformatif dituntut untuk memiliki instrument-instrumen gerak yang biasa digunakan oleh masyarakat PMII.

J. Struktur dan Proses pengkaderan PMII
Struktur PMII dari pusat atau wilayah sampai ruang terkecil, terdiri dari:
1.    PB (Pengurus Besar)
2.    Pengurus Kordianator cabang
3.    Pengurus Cabang
3.    Pengurus Komisariat
4.    Pengurus Rayon
Pendidikan/proses pengakaderan Formal PMII, antara lain:
a)    MAPABA (Masa Penerimaan Anggota Baru)
b)    PKD (Pelatihan Kader Dasar)
c)    PKL (Pelatihan Kader Lanjutan)
Untuk ketiga ini merupakan jenjang yang harus ditempuh sebai kader PMII karena ini nantinya berpengaruh pada struktural pengurus PMII, untuk dapat mencapai itu diperlukan pendidikan informal dan nonformal.

K.Penutup
Salam pergekan terkepal dan maju kemuka, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi sahabat-sahabati semua. Sehingga nantinya pasca MAPABA ini dapat memahami dan memang telah menjadi pilihan prioritas sahabat-sahabati semua untuk masuk PMII. Selamat bergabung di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia.

Setitik embun di ujung daun
Memberi kesejukan tiada tara
Membaktikan diri pada ranah pergerakan
Mencipta manusia berilmu, beriman dan bertaqwa
Jadilah insan pergerakan sejati

sponsor

"//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js">